Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan 17 pemerintah daerah (pemda) mengalokasikan dana untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim dari belanja APBD pada tahun ini. Jumlah itu bertambah dari sebelumnya 11 pemda meski ia tidak merincikan pemda yang dimaksud.
"Untuk 2021 kami akan menambah lagi enam daerah baru sehingga kami akan punya 17 daerah yang sudah mulai memasukkan climate change (perubahan iklim) dalam tagging APBD mereka," ujarnya dalam ESG Capital Market Summit 2021, Selasa (27/7).
Sedangkan, secara nasional Kementerian Keuangan telah mengalokasikan dana sebesar 4,1 persen dari APBN untuk perubahan iklim dalam lima tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, bendahara negara pernah menuturkan estimasi kebutuhan pendanaan perubahan iklim untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDCs) mengacu pada Second Biennial Update Reports (BUR 2), yakni sebesar US$247,2 miliar, atau setara Rp3.461 triliun hingga 2030.
"Kementerian Keuangan menggunakan instrumen seperti perpajakan dalam rangka mendorong dan mendukung agenda climate change. Sejumlah insentif pajak diberikan terutama untuk mendukung ekonomi rendah karbon seperti tax holiday, tax allowance, PPN, dan terakhir PPnBM untuk mobil listrik di mana tingginya PPnBM tergantung dari level emisi kendaraan tersebut," paparnya.
Ani, sapaan akrabnya, juga mendorong keterlibatan pihak swasta untuk ikut serta dalam pendanaan berkelanjutan tersebut. Pasalnya, ia menilai selama ini mayoritas surat utang (obligasi) berkelanjutan atau green bond masih dalam bentuk sovereign green bond yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.
Untuk itu, ia mengaku akan mendorong imbal hasil (yield) green bond yang lebih menarik bagi sektor swasta, lantaran selama ini tidak banyak perbedaan selisih (marjin) yield green bond dengan obligasi konvensional.
Lihat Juga : |
"Kami berharap korporasi juga bisa mengeluarkan obligasi tematik yang bertema green tadi. Selama ini dalam penerbitan obligasi tematik ternyata yield-nya tidak banyak berubah dan ini yang kami perjuangkan agar komitmen pada pembangunan berkelanjutan, green economy, seharusnya diberikan bonus dalam bentuk yield yang lebih favorable," tuturnya.
Ia menegaskan perubahan iklim menjadi isu yang penting secara global. Bahkan, ia menilai ancaman perubahan iklim sama besarnya dengan pandemi covid-19.
Serupa dengan pandemi, tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa lepas dari pengaruh perubahan iklim. Selain itu, ia menilai tidak semua negara siap untuk menghadapi perubahan iklim baik dari sisi finansial maupun sumber daya.
"Climate change adalah global disaster (bencana) yang magnitude-nya diperkirakan akan sama seperti pandemi covid-19," tuturnya.