Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) buka suara soal kritik terhadap cara kementerian yang mempromosikan investasi berbasis sumber daya alam Indonesia melalui media sosial LinkedIn.
Staf Khusus Menteri Investasi/BPKM Tina Talisa mengatakan kementerian menghargai masukan yang diberikan oleh pihak manapun terkait cara promosi investasi yang dilakukan pemerintah. Masukan atau kritik ini kemudian akan menjadi pembelajaran bagi kementerian.
"Kami sangat menghargai masukan dari pihak manapun dan menjadi bekal yang sangat berharga bagi perbaikan ke depan agar investasi terus tumbuh untuk menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkap Tina dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (30/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia menyatakan kementerian tentunya akan berusaha untuk lebih memahami cara komunikasi dalam mempromosikan investasi Indonesia ke depan.
"Tentu kami juga memahami bahwa upaya komunikasi publik yang relevan dan terukur harus selalu dikedepankan," katanya.
Lebih lanjut, Tina mengatakan promosi investasi sumber daya alam tanah air yang dilakukan kementerian pada beberapa waktu lalu sejatinya bertujuan untuk menunaikan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kepala negara ingin pemerintah bisa menjaring investasi dalam rangka mendukung transformasi ekonomi dari industri primer ke industri berbasis nilai tambah.
"Tentu upaya ini tidak boleh berhenti. Indonesia harus beralih dari negara yang kaya akan sumber daya alam menjadi negara yang mampu mengolah sumber daya alam dan diperhitungkan dunia," ujarnya.
Maka dari itu, kementerian mempromosikan potensi investasi sumber daya alam Indonesia agar hilirisasi tercipta. Usaha ini, klaimnya, sudah menghasilkan investasi yang diharapkan.
"Hal ini tercermin di antaranya dalam investasi industri baterai listrik terintegrasi senilai US$9,8 miliar antara LG Energy Solution dan konsorsium BUMN," terangnya.
Sementara itu, menurut pantauan redaksi pada hari ini sekitar pukul 18.00 WIB, BKPM telah menghapus unggahan promosi investasi sumber daya alam Indonesia di akun LinkedIn-nya. Sebelumnya, promosi itu diunggah pada Senin (26/7) lalu.
Dalam unggahannya, BKPM menginformasikan bahwa Indonesia memiliki banyak potensi investasi di luar Jawa karena memiliki sumber daya alam yang cocok untuk industri hilirisasi, misalnya bijih nikel, bauksit, emas, tembaga, dan lainnya.
"Kami memiliki 21 juta ton nikel. Jika Anda mencari lokasi dengan smelter dan pembangkit listrik tenaga uap, Morowali di Sulawesi adalah tempat yang tepat. Namun, Pulau Obi di Maluku Utara dan Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat juga menjanjikan," tulis BKPM.
BKPM turut menginformasikan potensi ekspor yang bisa didapat bila investasi dilakukan. Salah satunya ekspor 70 ribu ton bubuk alumina yang bernilai US$21 juta atau setara Rp304,22 miliar (kurs Rp14.487 per dolar AS) pada Juli 2021.
Begitu juga dengan proyek-proyek infrastruktur di luar Jawa yang bisa menunjang rencana investasi. Misalnya, proyek Tol Trans Sumatera, Tol Balikpapan-Samarinda, Tol Manado-Bitung, dan lainnya.
Unggahan promosi di LinkedIn itu mendapat kritik dari ekonom. Salah satunya, Ekonom Indef Nailul Huda.
Ia menilai BKPM seharusnya tidak melakukan promosi investasi dengan cara seperti itu. Apalagi, yang diiklankan merupakan sumber daya alam Indonesia yang seharusnya dikelola dengan hati-hati.
"Ini seperti menjual kekayaan alam kita kepada pelaku investor yang sungguh memalukan untuk sekelas kementerian. Jadi hanya satu kata untuk iklan tersebut: memalukan. Indonesia dijual sama BKPM," kata Huda.
Menurut Huda, BKPM seolah sudah kehilangan akal sehat karena mengiklankan investasi di Indonesia seperti menawarkan pekerjaan di perusahaan swasta melalui LinkedIn. Seharusnya, sambung Huda, investasi sumber daya alam dilakukan dengan cara yang lebih profesional, misalnya kerja sama antar negara baik bilateral maupun multilateral melalui pemerintah.
"Kalau iklan itu kan seperti investasi yang dilakukan dari bisnis ke bisnis. Investasi sebaiknya dilakukan government to government dengan melibatkan pelaku bisnis. Gunanya agar pemerintah selektif memilih investor yang masuk dan ada pertanggungjawaban negara asal investor," jelasnya.
Sependapat dengan Huda, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara juga menyayangkan cara BKPM mempromosikan investasi di Indonesia. Padahal, menurutnya, promosi investasi seharusnya dilakukan di forum dan saluran yang benar-benar menyasar investor potensial.
"Kurang elegan ya. Apalagi kalau informasinya terlalu general. Apa bedanya dengan info di Google? Investor butuh info spesifik dan promosi yang berkelas. Kalau targetnya menarik investasi di komunitas perusahaan migas misalnya ya harus fokus. Ini kan mau bicara calon investor asing jutaan dolar ya, harus tepat sasaran promosinya," ujar Bhima.
Selain menyasar forum dan investor yang tepat, ia mengatakan promosi seharusnya melalui saluran yang memang diakses oleh investor potensial. Misalnya, beriklan di media bisnis.
"Masa kalah dengan negara di Timur Tengah dan Afrika iklannya konsisten di The Economist yang pembacanya adalah investor, pemilik bisnis global dan pejabat pemerintah," pungkasnya.
(uli/agt)