Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat untuk tak tergiur dengan penawaran investasi dengan imbal hasil (return) sangat tinggi, khususnya yang berasal dari luar pasar modal, seperti aset kripto.
"Di luar pasar modal itu seperti aset kripto. Masyarakat harus paham jangan sampai hanya tertarik pada pendapatan tinggi," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Opening Like It, Selasa (3/8).
Wimboh menjelaskan imbal hasil yang sangat tinggi biasanya bersifat jangka pendek. Untuk jangka panjang, hal itu justru berpotensi merugikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya terhadap tawaran investasi kripto, ia juga mengingatkan masyarakat untuk hati-hati dalam berinvestasi di pasar modal. Investor harus cermat dalam memilih instrumen investasi di pasar modal.
"Ini harus hati-hati memilih instrumen, karena bisa jadi kalau supply dan demand tidak seimbang nanti ada bubble harga dan terjadi volatile, sehingga ada spekulasi oleh orang-orang tak bertanggung jawab," jelas Wimboh.
Ia mengatakan pihaknya terus memantau fenomena spekulasi dalam perdagangan di pasar saham. Apalagi, fenomena ini sudah beberapa kali terjadi di Indonesia.
"OJK mencermati fenomena spekulasi sebagai contoh kasus yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan beberapa kasus di Indonesia. Ini banyak masyarakat yang akhirnya baru sadar bahwa uangnya ternyata mengalami kerugian besar," ungkap Wimboh.
Maka dari itu, Wimboh menekankan masyarakat agar tak gegabah dalam berinvestasi. Masyarakat, katanya, harus memilih perusahaan sekuritas atau manajer investasi yang terdaftar di OJK dalam bertransaksi di pasar modal.
"Jangan gunakan agen-agen masyarakat yang tak terdaftar di OJK," tutur Wimboh.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengingatkan agar masyarakat tak terbuai dengan instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil selangit. Pasalnya, hal itu bisa merugikan masyarakat.
"Ini yang sering terjadi di masyarakat diberikan janji-janji atau iming-iming itu dalam bentuk rate of return dan bentuk lain ternyata uangnya hilang, itu suatu kejahatan," ucap Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa tingkat inklusi keuangan masyarakat sebesar 76 persen pada 2019. Pemerintah menargetkan angkanya naik ke 90 persen pada 2024 mendatang.
"Perlu untuk menjaga dan memberikan edukasi kepada masyarakat (terkait sektor keuangan). Tentu otoritas seperti OJK akan melakukan langkah-langkah untuk terus menertibkan," pungkas Sri Mulyani.