Sejumlah ekonom mengaku realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen (yoy) pada kuartal II 2021 melebihi ekspektasi mereka, yakni rata-rata di kisaran 5 persen.
"Perkiraan kami tadinya 5 persen, memang setelah pengumuman kami cukup kaget juga, wah ternyata bisa sampai 7 persen," ujar Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda kepada CNNIndonesia.com, Kami (5/8).
Menurutnya, ada dua faktor yang menopang lonjakan pertumbuhan ekonomi 7,07 persen. Pertama, secara teknikal basis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 sangat rendah, yakni minus 5,32 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang secara teknik dikarenakan kuartal II tahun lalu kita turun tajam. Artinya adalah ketika baseline sangat rendah, maka memang bisa mencapai 7 persen," imbuhnya.
Kedua, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh pelonggaran mobilitas masyarakat selama April-Mei 2021, termasuk pada periode libur Lebaran 2021 lalu. Kondisi ini mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh 5,93 persen (yoy) pada kuartal II 2021.
Meningkatnya mobilitas masyarakat itu juga mendorong pertumbuhan sektor transportasi sebesar 25 persen. Padahal periode yang sama tahun lalu sektor ini minus 30 persen.
"Itu efek dari pelonggaran PPKM, kita tahu sendiri Lebaran seperti apa, liburan dibolehkan. Sedangkan, tahun lalu kita melihat pengetatan dimana-mana dan liburan Lebaran tahun lalu dilarang, jadi tahun ini lebih bebas," jelasnya.
Lihat Juga : |
Dengan capaian ini, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 berada di kisaran 2,3 persen-3 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di 2021 ini akan bergantung pada capaian di kuartal III dan kuartal IV mendatang.
Pasalnya, pemerintah kembali mengetatkan mobilitas masyarakat melalui PPKM darurat dan level 4 pada awal kuartal III ini, yakni pada 3 Juli 2021. Oleh sebab itu, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2021 mendatang lebih rendah dari kuartal II 2021, meskipun masih tetap positif.
"Saya rasa tumbuh 1 persen (pada kuartal III) sudah bagus. Saya rasa tetap positif angkanya di nol koma sekian hingga 1 persen," imbuhnya.
Ke depan, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada penanganan pandemi. Menurutnya, sebaiknya pemerintah fokus pada penanganan sektor kesehatan sehingga bisa menekan penularan kasus covid-19.
Pasalnya, meskipun pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 mencapai 7,07 persen, namun ada harga yang harus dibayar oleh pemerintah, yakni kenaikan kasus covid-19. Apabila kasus terus naik, maka pertumbuhan ekonomi pun tidak akan stabil.
"Jangka panjang, kita akan up and down terus, kuartal II 7 persen, lalu ada pengetatan lagi bisa turun sampai 1 persen (proyeksi kuartal III), kemudian nanti dilonggarkan lagi," ujarnya.
Terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan capaian pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dari prediksinya, yakni 4,5 persen-5,5 persen.
"Ekspektasi kami sendiri agak moderat proyeksi pertumbuhan di kuartal II kemarin. Kalau kami melihat, besarnya tingkat pertumbuhan ekonomi 7 persen itu relatif bagus," terang dia.
Selain faktor basis pertumbuhan ekonomi rendah pada kuartal II 2020 lalu, realisasi itu ditopang oleh dampak stimulus pemerintah kepada masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah. Stimulus itu membantu konsumsi rumah tangga selama April-Juni 2021.
"Konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan signifikan karena berbagai stimulus dari pemerintah mendorong orang melakukan konsumsi," katanya.
Dengan capaian itu, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 berada di kisaran 2,5 persen sampai 3,5 persen. Sedangkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2021 yakni 3 persen sampai 4,5 persen, atau lebih rendah dari kuartal II 2021.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 ini akan bertumpu pada konsumsi rumah tangga dan investasi. Khusus konsumsi rumah tangga, ada tiga faktor yang akan mempengaruhinya, meliputi implementasi PPKM darurat dan level 4, penyaluran bantuan pemerintah, dan perkembangan kasus covid-19 dan vaksinasi.
"Kenapa covid-19 dan vaksin mempengaruhi konsumsi? Karena kelas menengah ke atas itu sentimen untuk melakukan konsumsi salah satunya ketika tren kasus mereda dan vaksinasi meningkat, ketika sentimen bagus mereka akan lebih leluasa melakukan konsumsi," ujarnya.