Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menyebutkan ada 174 ribu pekerja migran yang kembali ke Tanah Air selama pandemi tahun lalu. Angka TKI pulang kampung bertambah 65 ribu orang pada semester I 2021. Mereka yang kembali terpaksa menetap karena tak diterima lagi di negara tujuan.
Wahyu mengatakan pekerja Indonesia sebagai tenaga kerja berisiko tinggi covid-19 kerap ditolak negara luar. Berbagai negara yang menjadi tujuan TKI, seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Singapura menutup pintu mereka rapat-rapat.
Bantuan dari pemerintah masih minim, mereka dipaksa berdikari di negeri sendiri. Mereka, lanjut Wahyu, hanya bisa bertumpu dari sisa uang yang didapatkan saat bekerja di luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanya, Wahyu menilai pekerja migran yang terkena dampak pertama pandemi seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Namun, tidak begitu faktanya.
Berbagai bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan selama pandemi minim menyasar pekerja migran. Ia menyebut banyak TKI yang tidak tercatat dalam data DTKS Kementerian Sosial, sehingga mereka tak mendapat bansos tunai atau sembako.
Apalagi, insentif upah dari Kementerian Ketenagakerjaan. "Mereka itu kan tidak tercatat di BPJS Ketenagakerjaan jadi tidak bisa menerima. Kalau ada paling BLT Dana Desa. Kartu Prakerja pun jarang ada yang dapat," bebernya.
Ia mengatakan memang pemerintah lewat Kemenaker berupaya untuk menempatkan TKI di beberapa negara yang masih terbuka seperti Jepang dan negra-negara di Benua Afrika, namun lowongan sangat terbatas untuk pekerja yang memiliki keahlian di sektor khusus seperti keperawatan dan energi.
Sedangkan, mayoritas pekerja migran Indonesia tergolong dalam pekerja skill (keahlian) rendah, seperti pekerja rumah tangga (PRT). Sehingga, aturan dinilai salah sasaran dan tidak menyentuh kebanyakan pencari kerja.
Mirisnya, lowongan terbatas ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum untuk menipu dan melakukan perdagangan manusia (human trafficking).
"Di akar rumput para calo memberi informasi yang tidak utuh dengan menyatakan ada pembukaan penempatan pekerja migran, ini yang berpotensi human trafficking," jelasnya.
Wahyu mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi bagi pahlawan devisa mengingat banyak dari mereka merupakan tulang punggung keluarga sekaligus penggerak ekonomi daerah.
Ia mencatat terjadi penurunan remitansi sekitar 17 persen dari US$11,7 miliar pada 2019 menjadi US$9,7 miliar pada 2020. Diharapkan, pemerintah bisa mengurangi beban calon TKI yang akan keluar dengan menanggung biaya tes kesehatan dan menjadikan mereka kelompok prioritas vaksinasi.
Sedangkan bagi pekerja yang pulang, ia meminta agar pemerintah membebaskan biaya penampungan sebelum dikirim ke daerah masing-masing. Pasalnya, ia mengatakan banyak perusahaan pengerah menahan pekerja migran yang tidak bisa membayar uang jaminan.
Mengutip data BNP2TKI, memang terjadi kemerosotan jumlah penempatan pekerja selama pandemi. Misal, penempatan TKI pada 2020 sejumlah 113.173 orang, merosot lebih dari setengahnya dari penempatan 2019 yang mencapai 276.553 orang.
Dari data itu, mayoritas pekerja didominasi oleh pekerja perempuan dan pekerja lulusan SMP dan SD alias pekerja berkemampuan rendah.
Lihat Juga : |
Kementerian Ketenagakerjaan sebetulnya siap membuka kembali penempatan pekerja migran ke luar negeri. Khususnya, Taiwan. Syaratnya, memperhatikan angka kasus covid-19 di dalam negeri maupun di negara penempatan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pihaknya telah menerima surat dari Ministry of Labour (MoL) Taiwan tentang rencana pembukaan penempatan PMI ke Taiwan.
"Salah satu syarat penempatan kembali TKI ke Taiwan adalah angka pertambahan kasus covid-19 di Indonesia di bawah angka 5 ribu orang/hari selama seminggu berturut-turut," katanya.
Selain angka penambahan kasus, untuk dapat menempatkan kembali TKI ke Taiwan, Indonesia juga telah melakukan langkah-langkah pembaharuan SOP Penempatan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru ke Taiwan. SOP ini memuat di antaranya penerapan protokol kesehatan secara ketat sebelum calon TKI berangkat ke luar negeri.
(bir)