Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional, menyebutkan bahwa tren penggunaan energi ke depan adalah energi bersih atau energi hijau yang sumber dayanya langsung berasal dari alam, khususnya tenaga matahari.
"Kalau kita lihat transisi ke depan itu akan mengandalkan energi surya. Jadi ke depan, energi surya itu adalah primadona. Kalau transisi itu berhasil, tenaga surya ini termasuk energi yang penggunaannya akan menjadi yang terbesar," ujarnya.
Namun, sesungguhnya Indonesia agak terlambat dalam melakukan pengembangan energi terbarukan. Dia menyebutkan bahwa banyak negara lain yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia, tetapi mencatat keberhasilan yang lebih baik dalam hal pemanfaatan tenaga surya untuk pembangkit listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pernah menyampaikan di forum-forum energi, jumlah tenaga surya yang diproyeksikan oleh Indonesia sampai dengan 2025 itu tidak sampai 5.000 mega watt. Sementara itu, di beberapa negara lain yang lebih kecil dari Indonesia, angkanya lebih dari itu. Memang agak terlambat kita, untuk surya ini belum terlihat gerakannya," katanya.
Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI, menegaskan bahwa Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang berjumlah 61 pasal membawa misi untuk mendorong pengembangan potensi energi baru dan terbarukan secara optimal.
"Kita akan memperluas seluas-luasnya. Kita akan kembangkan seluruh potensi energi baru terbarukan. Itu yang diakomodir di 61 pasal yang ada di RUU EBT. Jadi, RUU EBT merupakan payung hukum untuk pengembangan EBT. Disitu mengatur sedemikian rupa semuanya berjalan secara simultan," tegasnya.
Artikel ini merupakan bagian dari kampanye "Energi dari Negeri" mengenai RUU Energi Baru dan Terbarukan
(asa/asa)