ANALISIS

Membaca Maksud China 'Ngerem' Perusahaan Raksasa

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Rabu, 25 Agu 2021 07:00 WIB
Ekonom menilai kebijakan China mengatur ketat perusahaan besar, terutama di sektor ekonomi digital, mencerminkan paham komunisme yang masih dianut.
Ekonom menilai ketatnya China mengatur industri di negeranya hanya berdampak minim ke Indonesia yang merupakan mitra dagang strategis. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT).

"Meskipun China paling cepat lulusnya karena tidak mengalami resesi tapi di sisi lain ada ketimpangan, nah ketimpangan ini yang coba dimoderasi oleh Pemerintah China," ujarnya.

Kedua, ia menengarai Pemerintah China mencoba menekan arus modal keluar lewat perusahaan besar tersebut. Seperti diketahui, baru-baru ini otoritas China memperketat aturan penawaran perdana saham (IPO) di bursa luar negeri demi meningkatkan keamanan siber.

Namun, Fithra menilai tindakan itu demi membatasi arus modal keluar. "Pemerintah China mencoba mengontrol arus modalnya jangan sampai kemudian keluar secara cukup signifikan," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menambahkan upaya Pemerintah China itu murni untuk melahirkan persaingan sehat serta anti monopoli dalam negerinya.

Apalagi, pertumbuhan ekonomi digital Negeri Tirai Bambu sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2016 lalu, ekonomi digital China telah menyumbang sekitar 30 persen kepada PDB.

"Sebernarnya, lebih kepada langkah kebijakan Pemerintah China dalam meregulasi ekonomi digital mereka, mereka ini sedang mencegah pemain besar seperti Alibaba menjadi sangat besar sehingga akan monopoli kegiatan ekonomi digital dalam negeri sehingga mereka perlu meregulasi agar persaingan ekonomi digital di China seimbang dan lebih sehat," katanya.

Serupa dengan Fithra, ia menilai China memberlakukan sistem ekonomi campuran antara komunis dan liberal. Menurutnya, sistem tersebut justru berhasil membawa China dalam 20 tahun terakhir menjadi negara adikuasa bersanding dengan AS.

"Sebenarnya sistem ekonomi China ini agak unik, tidak sepenuhnya liberal dan tidak sepenuhnya komunis, jadi memang mix system ekonomi China dan sisitem ini yang telah membawa China menjadi negara super power baru bersama AS," tuturnya.

Dampak ke RI

Kedua ekonom tersebut sepakat bahwa kebijakan Pemerintah China tersebut tidak berdampak pada hubungan ekonomi antara Indonesia dan China. Pasalnya, Indonesia tetap dinilai sebagai mitra dagang strategis China di Asia Tenggara (ASEAN).

"Indonesia menjadi salah satu prioritas yang tidak terganggu (hubungan ekonomi), mungkin yang terganggu beberapa investasi di Eropa, tapi untuk ASEAN termasuk Indonesia saya rasa China tidak akan cukup ekstrem mengalihkan investasinya," kata Fithra.

Terbukti, China masih menyumbang investasi terbesar ketiga kepada Indonesia pada semester I 2021 lalu, yakni US$1,7 miliar.

China juga masih menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia yakni 21,35 persen dari total ekspor di Juli 2021. Di sisi lain, 33,10 persen dari total impor Indonesia disumbang oleh China.

Yusuf menambahkan komitmen investasi dari sejumlah perusahan besar China juga berlangsung dalam jangka panjang. Dengan demikian, tekanan dari Pemerintah China kepada perusahaan tersebut tidak serta merta membuat mereka mengubah kecepatannya dengan perusahaan RI.

"Kalau regulasi semakin ketat menurut saya tidak akan mengubah arah kerja sama, misalnya Alibaba dengan perusahaan fintech dalam negeri, karena kesepakatan itu sudah terjadi. Jadi, kalau saya simpulkan sebetulnya relatif kecil pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan," katanya.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER