RI Utang Rp41 T ke AIIB untuk Infrastruktur dan Covid-19
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sudah menggelontorkan dana US$2,89 miliar atau setara Rp41,6 triliun (kurs Rp14.418 per dolar AS) untuk Indonesia. Dana itu digelontorkan pada periode 2016 sampai Juni 2021.
Dana dikucurkan untuk mendanai proyek infrastruktur dan penanganan covid-19. Vice President Chief Administration AIIB Luky Eko Wuryanto menjelaskan dana itu dikucurkan untuk membiayai 10 proyek atau program di Indonesia.
Rinciannya, proyek perbaikan lingkungan kumuh sebesar US$216 juta atau Rp3,1 triliun pada 2016 dan proyek dana pembangunan infrastruktur regional sebesar US$100 juta atau Rp1,4 triliun pada 2017.
Lalu, proyek peningkatan operasional dan keamanan bendungan tahap 2 sebesar US$125 juta atau Rp1,8 triliun pada 2017, modernisasi irigasi strategis dan program rehabilitasi mendesak sebesar US$250 juta atau Rp3,6 triliun pada 2018, serta infrastruktur perkotaan dan pariwisata di Mandalika sebesar US$248,4 juta atau Rp3,6 triliun pada 2018.
Selanjutnya, program tanggap aktif dan pengeluaran covid-19 sebesar US$750 juta atau Rp10,8 triliun pada 2020, program tanggap darurat covid-19 sebesar US$250 juta atau Rp3,6 triliun pada 2020, dan proyek PPP satelit multifungsi sebesar US$150 juta atau Rp2,1 triliun pada 2020.
Kemudian, program penguatan jaringan distribusi di Jawa Timur dan Bali sebesar US$310 juta atau Rp4,5 triliun pada Januari 2021 dan tambahan dana program tanggap darurat covid-19 sebesar US$500 juta atau Rp7,2 triliun yang diberikan pada 24 Juni 2021 lalu.
"Jadi Indonesia itu adalah peminjam terbesar kedua setelah India. Indonesia sekitar 10 persen dari total US$26,45 miliar yang sudah dikeluarkan AIIB, US$2,9 miliar itu 10 persen," ungkap Luky saat berbincang dengan media secara virtual, Kamis (26/8).
Luky menjelaskan pembayaran dan implementasi proyek yang didanai AIIB di Indonesia umumnya masih lancar sampai saat ini. Namun, ia mengaku ada beberapa proyek yang mendapatkan perhatian lebih dari tim investasi AIIB.
"Tapi informasi yang saya peroleh proyek-proyek umumnya lancar. Pembiayaan itu kan bisa ditandatangani tahun ini tidak langsung dicairkan, tidak seperti itu. Tergantung proses masing-masing (proyek)," terang Luky.
Sementara, pembiayaan yang langsung dicairkan setelah penandatanganan adalah yang terkait langsung dengan krisis, seperti covid-19. Pembiayaan dicairkan langsung karena negara butuh cepat untuk penanganan covid-19.
"Yang dicairkan semuanya itu yang terkait dengan krisis, covid-19 tadi. Sifatnya urgent, biasanya begitu tanda tangan langsung cair," jelas Luky.
Lebih lanjut Luky mengatakan pihaknya sudah membahas sejumlah proyek baru yang akan didanai di Indonesia. Namun, ia tak menyebutkan secara rinci proyek apa saja yang sudah masuk dalam tahap pembahasan.
"Ada lebih dari 50 proyek yang sebetulnya masuk dalam radar kami, beberapa di antaranya dari Indonesia," kata Luky.
Sejauh ini, AIIB terus melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak yang mengajukan pendanaan, baik pemerintah, korporasi swasta, dan BUMN.
"Belum bisa (disebutkan) karena kan masih pipeline, masih belum. Kalau ada perubahan minat bisa keluar dari pipeline. Tak hanya satu proyek, ada beberapa yang sudah masuk pembicaraan awal," ujar Luky.
Meski begitu, Luky mengaku AIIB tertarik dengan proyek Tol Trans Sumatra. Menurutnya, sudah ada pembicaraan tahap awal antara AIIB dengan Kementerian PUPR.
Lihat Juga : |
"Ketika di Jakarta saya dihubungi teman-teman Kementerian PUPR mau menjajaki pembiayaan itu (Tol Trans Sumatra), sempat saya sambungkan ke teman-teman investasi, tapi tidak tahu lagi perkembangannya," katanya.
Ia menambahkan AIIB terbuka dengan proyek tol tersebut. Pasalnya, AIIB menilai Tol Trans Sumatera memiliki manfaat yang besar untuk ekonomi, khususnya kawasan barat Indonesia.
(fry/aud)