Untung Rugi PLTS Atap di Mata Pakar dan Dirjen ESDM

CNN Indonesia
Jumat, 27 Agu 2021 14:18 WIB
PLTS Atap. (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengingatkan PT PLN (Persero) berpotensi rugi cukup besar  terkait dengan proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) sehingga berdampak pada turunnya pelayanan bagi konsumen.

Diketahui, saat ini RUU EBT tengah digodok di Senayan. Salah satu hal yang mencuat adalah soal kewajiban PLN yang harus membeli listrik yang dihasilkan oleh pengembang energi atau Independent Power Producer (IPP). Selain Marwan, sejumlah pengamat isu energi menyatakan akan ada lonjakan biaya yang dikeluarkan perseroan itu, dan juga menjadi tanggungan negara.

Tak hanya soal kewajiban, persoalan lainnya adalah soal biaya yang harus ditanggung PLN karena pembangkit yang telah ada tak lagi dipakai setelah adanya proyek EBT.

Marwan menegaskan kehadiran PLTS Atap yang dapat memasok atau mengekspor listrik kepada PLN di tengah kondisi saat ini dinilai akan membawa dampak bagi pembangkit-pembangkit yang ada sebelumnya milik PLN.

"Dengan adanya pasokan (dari PLTS Atap) ini, ada sebagian dari pembangkit PLN yang operasionalnya tidak optimal atau dikurangi. Dengan begitu, operasi dari pembangkit ini menjadi tidak efisien. Artinya di situ ada cost yang lain yang nilainya bisa mencapai triliunan," ujarnya.

Dia menyebutkan bahwa memang ada pasokan listrik yang tidak dipakai oleh PLN. Namun, lanjutnya, sarana untuk itu telah dibangun sehingga mau tidak mau pembangkit pun diberhentikan sementara. Ketika sebuah pembangkit berhenti beroperasi, pembangkit tersebut menjadi tidak efisien sehingga menimbulkan biaya.

"Kenapa? Karena sebagian besar pembangkit itu sudah siap, tetapi akhirnya tidak efisien. Apalagi dengan adanya skema take or pay. Kalau bicara energi primer, di situ ada fixed cost, ada juga variable cost. Ini harus diperhatikan," katanya.

Tak Merugikan PLN

Namun, Kementerian ESDM menegaskan bahwa kehadiran PLTS Atap tidak akan merugikan PLN dan tidak akan menyebabkan peningkatan biaya pokok produksi (BPP) listrik yang membebani negara dan pada akhirnya merugikan masyarakat.

Dirjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menuturkan PLN tak akan terancam dengan persoalan pembangkit jenis itu.

"Kembali ke PLTS Atap, (PLN) tidak akan terancam. Ini tidak ada jual beli (listrik). Kami memandang ini (pengembangan PLTS Atap) merupakan upaya bersama antara masyarakat dan negara untuk mendorong percepatan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia," katanya.

Adapun terkait dengan perubahan skema tarif ekspor-impor net-metering listrik dari 0,65:1 menjadi 1:1 sebagaimana yang akan dimuat pada revisi Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018, Dadan menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan kajian dan langkah-langkah persiapan.

"Jadi ini dikhususkan kepada konsumen PLN. Kebijakan ini, skema 1:1, di Malaysia juga 1:1. Di kita juga sebelumnya itu 1:1. Nah sekarang yang jalan adalah 1:0,65. Kami sudah berdiskusi dengan banyak pihak sejak awal tahun ini untuk penyiapan, sehingga kembali 100% seperti aturan-aturan sebelumnya," paparnya.

Menurut Dadan, skema net-metering listrik pada PLTS Atap menunjukkan model pengiriman kelebihan sisa pemakaian listrik dari energi yang dihasilkan pengguna PLTS Atap kepada PLN. Dia mencontohkan sebuah rumah tangga yang menghasilkan energi listrik sebesar 100 kWH, ternyata konsumsi listriknya hanya 76%. Maka, sebanyak 24% kelebihannya ini yang akan diekspor kepada PLN.

Artikel ini merupakan bagian dari kampanye "Energi dari Negeri" mengenai RUU Energi Baru dan Terbarukan

(asa/asa)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK