Kinerja perdagangan Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif di tengah tren pemulihan pascagelombang kedua pandemi Covid 19. Hal itu ditandai dengan neraca perdagangan Agustus 2021 yang mencatatkan surplus sebesar US$4,74 miliar.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, nilai tersebut merupakan surplus neraca perdagangan tertinggi sejak 2006. Surplus perdagangan tersebut terdiri atas surplus neraca nonmigas sebesar US$5,73 miliar dan defisit neraca migas US$0,98 miliar.
"Neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan sebesar US$4,74 miliar. Surplus perdagangan Agustus ini melanjutkan tren surplus yang terjadi selama 16 bulan terakhir dan bahkan merupakan surplus dagang tertinggi sejak Desember 2006," katanya pada konferensi pers virtual hari ini, Jumat (17/9).
Mendag menyampaikan, penguatan neraca tersebut ditopang pertumbuhan ekspor yang sangat baik. Ekspor pada Agustus 2021 bahkan tercatat sebagai nilai ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah dengan nilai mencapai US$21,42 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baru pertama kali ekspor bulanan nonmigas melampaui US$20 miliar. Tentunya ini pencapaian yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan," jelas Lufti.
Sementara itu, secara kumulatif surplus perdagangan selama Januari-Agustus 2021 mencapai US$19,17 miliar. Surplus tersebut terdiri atas surplus neraca nonmigas US$26,65 miliar dan defisit migas US$7,48 miliar.
Selain itu, Mendag juga mengungkapkan, penguatan neraca perdagangan juga didukung pertumbuhan harga komoditas unggulan serta peningkatan permintaan. Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan impor di negara mitra dagang Indonesia pada Agustus ini, antara lain RRT dengan pertumbuhan impor 33,1 persen YoY, India 51,5 persen YoY, dan Vietnam 21,0 persen YoY.
Cetak Rekor Baru
Kinerja ekspor Agustus 2021 kembali mencetak rekor baru, bahkan mengalahkan kinerja ekspor Agustus 2011 yang sebelumnya merupakan nilai ekspor tertinggi Indonesia. Mendag menyampaikan, setelah melemah di bulan lalu, perekonomian dan industri manufaktur Indonesia menunjukkan pemulihan.
"Hal ini tercermin dari total ekspor pada Agustus yang meningkat 20,95 persen (MoM) menjadi sebesar US$ 21,42 miliar. Peningkatan ekspor tersebut didorong naiknya ekspor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 7,48 persen dan 21,75 persen (MoM)," ungkap Mendag.
Kinerja ekspor nonmigas pada Agustus 2021 mengalami peningkatan. Penguatan ekspor bersumber dari pertumbuhan ekspor komoditas andalan Indonesia seperti produk minyak sawit menguat 61,60 persen, produk timah 56,29 persen, bijih logam 40,99 persen, dan batubara 24,28 persen (MoM).
Lutfi menjelaskan, magnitude penguatan ekspor komoditas semakin besar sejalan dengan tren harga komoditas produk unggulan yang tumbuh sangat baik pada periode Januari-Agustus 2021. Harga nikel menguat menguat 38,8 persen, minyak sawit 55,8 persen, batubara 93,5 persen, tembaga 61,2 persen, timah 72,7 persen (YoY).
Secara kumulatif, ekspor selama Januari-Agustus 2021 tercatat US$142,01 miliar atau naik 37,77 persen (YoY). Peningkatan ekspor kumulatif tersebut dipengaruhi meningkatnya ekspor nonmigas menjadi US$134,13 miliar atau naik 37,03 persen dan meningkatnya ekspor migas menjadi US$7,87 miliar atau naik 51,78 persen.
Impor Seluruh Golongan Penggunaan Barang Meningkat
Nilai impor Indonesia pada Agustus 2021 tercatat sebesar US$16,68 miliar atau naik 10,35 persen (MoM). Peningkatan impor yang terjadi pada Agustus 2021 didorong naiknya impor migas sebesar 14,74 persen (MoM) dan juga impor nonmigas yang tumbuh sebesar 9,76 persen (MoM).
Struktur impor selama Agustus ini masih didominasi bahan baku/penolong (74,20 persen) yang naik 8,39 persen (MoM). Beberapa bahan baku penolong dengan nilai terbesar antara lain crude petroleum oils yang naik 105,21 persen (MoM); emas batangan naik 114,96 persen (MoM); serta gandum (untuk konsumsi manusia) naik 35,87 persen (MoM).
Sementara itu, pangsa impor barang modal selama periode yang sama meningkat menjadi 14,47 persen, dan nilainya naik 16,44 persen (MoM).
Untuk impor barang konsumsi, yang kenaikannya tinggi pada Agustus 2021 antara lain daging beku yang naik 71,10 persen; bawang putih (bukan untuk pembibitan) naik 56,71 persen; tank dan kendaraan tempur lapis baja lainnya; serta buah-buahan seperti apel, pir, dan anggur.
Kemudian barang konsumsi yang impornya meningkat secara signifikan pada Agustus 2021, di antaranya cinematographic film yang naik 4.000 persen, alat penerima untuk televisi (tidak dioperasikan dengan listrik) yang naik 3.566,67 persen, serta cengkeh yang naik 1.542,86 persen dibandingkan Juli 2021.
Ditinjau dari negara asal, RRT masih menjadi negara asal impor terbesar bagi Indonesia pada Agustus 2021 dengan nilai mencapai US$4,96 miliar dengan proporsi mencapai 33,89 persen dari total impor dan meningkat sebesar 12,32 persen.
Adapun beberapa negara asal yang menunjukkan lonjakan impor pada bulan ini, antara lain Ukraina (418,55 persen), Finlandia (285,12 persen), Arab Saudi (51,26 persen), Belgia (46,83 persen), dan Italia (43,98 persen).
Secara kumulatif, total impor Indonesia periode Januari-Agustus 2021 mencapai US$122,83 miliar atau naik 33,36 persen (YoY). Pertumbuhan impor tersebut ditopang lonjakan impor migas sebesar 62,68 persen (YoY) dan naiknya impor nonmigas 30,01 persen (YoY).
Lebih lanjut, Mendag mengungkapkan, secara fundamental penguatan ekspor dan impor mendorong peningkatan aktivitas perekonomian. Hal ini tercermin pada PMI Index yang menguat dari 40,1 pada Juli menjadi 43,7 pada Agustus 2021.
Penanganan pandemi Covid-19 yang terkendali secara baik, serta tren kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekspor Indonesia.
"Penguatan fundamental ini akan memberikan kontribusi yang signifikan kepada pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2021 ini," pungkas Mendag.
(osc)