Perusahaan asal Australia Sun Cable akan menggelontorkan US$2,58 miliar atau setara Rp36,7 triliun (kurs Rp14.243 per dolar) untuk investasi kabel bawah laut yang mengekspor listrik dari Darwin ke Singapura.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan investasi ini memberikan posisi yang kuat bagi Indonesia sebagai negara yang mendukung energi terbarukan di Asia Tenggara.
"Keputusan Sun Cable untuk berinvestasi lebih dari US$2 miliar di Indonesia membuktikan bahwa Indonesia mendukung energi terbarukan di ASEAN untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi generasi masa depan," ujar Luhut dikutip Antara, Kamis (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ASEAN-Australia (AA) PowerLink akan mengadakan beberapa infrastruktur energi terbarukan dan kemungkinan juga energy storage dari pelaku bisnis di Indonesia.
Indonesia diperkirakan akan menjadi hub utama rantai pasok energi terbarukan dengan mengintegrasikan teknologi energy storage dan High Voltage Direct Current (HVDC).
Sun Cable turut menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan IPB University. Luhut mengatakan Sun Cable berkomitmen untuk transfer pengetahuan guna mendukung riset bidang energi terbarukan dan kelautan.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams mengapresiasi pemerintah Indonesia atas dukungannya terhadap proyek energi terbarukan milik Sun Cable.
"Australia percaya pada pendekatan berbasis teknologi untuk memerangi perubahan iklim dan saya senang pemerintah Indonesia telah mendukung Sun Cable untuk memanfaatkan dan berbagi kekuatan energi surya," kata Penny.
Selain investasi, Sun Cable juga akan berbagi pengetahuan, menciptakan lapangan pekerjaan, hingga berkontribusi bagi perekonomian Indonesia dan Australia.
CEO Sun Cable David Griffin mengatakan investasi perusahaannya juga termasuk investasi langsung sebesar US$530 juta hingga US$1 miliar.
Ia turut menyampaikan proyek ini dapat membuka peluang pengadaan baterai listrik bagi perusahaan manufaktur di Indonesia hingga US$600 juta atau setara Rp8,5 triliun. Ini mengingat Indonesia memiliki potensi baterai lithium yang besar.
Lebih lanjut, proyek perusahaan diperkirakan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi 7.500. Adapun proses konstruksi akan dimulai pada 2024 hingga 2028.