Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan informasi mengenai pemerintah mulai memberlakukan pajak bagi gaji Rp5 juta per bulan sebesar 5 persen adalah hoaks.
"Beredar kabar yang menggiring opini seakan-akan pemerintah hendak
memajaki masyarakat kecil dengan pajak baru melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Itu hoaks," demikian tulis DJP keterangan tertulisnya, Jumat (8/10).
Dalam ketentuan yang sekarang berlaku, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi diatur menjadi empat lapis, yaitu untuk Penghasilan Kena Pajak di bawah Rp50 juta per tahun dikenakan tarif 5 persen, di atas Rp50 juta-Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15 persen, di atas Rp250 juta-Rp500 juta per tahun dikenakan tarif 25 persen, dan di atas Rp500 juta per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen.
Dalam UU HPP, lapisan ini diperlebar, yaitu untuk Penghasilan Kena Pajak di bawah Rp60 juta per tahun dikenakan tarif 5 persen, di atas Rp60 juta-Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15 persen, di atas Rp250 juta-Rp500 juta dikenakan tarif 25 persen, dan di atas Rp500 juta-Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 30 persen, serta di atas Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 35 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DJP menyebut, perubahan lapisan tarif PPh Orang Pribadi ini justru ditujukan untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah. Lapisan terbawah yang sebelumnya hanya mencapai Rp50 juta, sekarang dinaikkan menjadi Rp60 juta dengan tarif tetap 5 persen.
"Contoh Pak Gagah memiliki Penghasilan Kena Pajak-yang berasal dari penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)-sebesar Rp60 juta dalam satu tahun. Berdasarkan UU PPh yang saat ini berlaku, penghasilan Pak Gagah akan dikenai dua lapisan tarif, yaitu 5 persen dan 15 persen," tulis DJP masih dalam keterangan tertulisnya.
"Beban pajak yang ditanggung Gagah per tahun sebesar Rp4 juta dengan perhitungan 5 persen x Rp50 juta = Rp2,5 juta dan 15 persen x Rp10 juta = Rp1,5 juta," tambahnya.
Namun dengan perluasan lapisan seperti termaktub dalam UU HPP, lanjut DJP, Gagah tentu diuntungkan karena hanya akan masuk ke lapisan satu dengan tarif 5 persen. Artinya, beban pajak yang ditanggung Gagah hanya sebesar Rp3 juta dengan perhitungan 5 persen x Rp60 juta = Rp3 juta.
Keberpihakan kebijakan ini juga nyata-nyata terlihat dari pelebaran bracket menjadi lima lapisan. Sebelumnya, tarif tertinggi untuk orang pribadi adalah 30 persen.
Akan tetapi, melalui UU HPP, tarif tertinggi ditetapkan sebesar 35 persen untuk Penghasilan Kena Pajak di atas Rp5 miliar per tahun.
"Jadi, yang berpenghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi," kata DJP.
"Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong, yang berkemampuan tinggi dituntut bayar lebih besar. Jelas, kebijakan ini berpihak pada masyarakat yang berpenghasilan rendah," ucapnya.
(osc)