Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan kebijakan baru soal pembiayaan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pada awal perencanaan dan permulaan proyek, Jokowi pernah berjanji Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan dibangun tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Janji proyek kereta cepat tanpa APBN pernah diucapkan Jokowi pada September 2015. Kala itu, pemerintah ingin membangun kereta cepat Jakarta-Bandung melalui kerja sama dengan pihak asing.
"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN, tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis," ungkap Jokowi seperti dilansir dari situs resmi Sekretariat Kabinet pada 3 September 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena kebijakan itulah, pemerintahan Jokowi kemudian menerima proposal penawaran pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diajukan China. Pasalnya, pemerintah menilai proposal yang diajukan China memberikan banyak keunggulan.
Pertama, tawaran nilai proyek yang hanya US$5,5 miliar atau lebih murah dari Jepang yang menawarkan US$6,2 miliar.
Kedua, dalam proposal mereka, China tidak meminta adanya jaminan pemerintah maupun pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). China juga menjanjikan subsidi tarif dan cost overrun yang nanti menjadi tanggung jawab joint venture company.
Tawaran berbeda dengan Jepang yang meminta ada jaminan pemerintah, dan risiko ditanggung pemerintah.
Tapi belum lama ini, Jokowi berubah haluan 180 derajat. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 ia justru memutuskan akan memberikan suntikan dana negara ke proyek ini.
Suntikan dana negara diberikan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Pemberian PMN kepada perseroan dilakukan karena Jokowi mengubah struktur konsorsium proyek yang semula dipimpin PT Wijaya Karya Persero Tbk (WIKA) beralih ke KAI.
"Penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha pimpinan konsorsium badan usaha milik negara," terang Pasal 4 ayat 4 Perpres 93/2021.
Selain memberi PMN, pemerintah akan memberikan penjaminan atas kewajiban pimpinan konsorsium dan memperbolehkan KAI menerbitkan surat utang alias obligasi bagi lembaga keuangan di dalam dan luar negeri serta multilateral. Kendati begitu, belum ada informasi mengenai potensi besaran APBN yang akan diberikan ke proyek ini.
Jokowi melalui beleid tersebut berdalih perubahan kebijakan dilakukan dalam rangka menjaga keberlanjutan proyek tersebut.
"Pendanaan lainnya dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," tulis Pasal 4 ayat 2 Perpres 93/2021.
Sebelum Jokowi memutuskan untuk mengubah skema pendanaan proyek, kebutuhan investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang membengkak, tak sesuai dengan yang dijanjikan China.
Berdasarkan informasi dari KAI, kebutuhan dana semula diasumsikan senilai US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) naik menjadi US$8 miliar atau Rp114,24 triliun per September 2021.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga berdalih pembengkakan kebutuhan dana terjadi akibat masalah lahan yang mewarnai konstruksi proyek yang sempat jadi rebutan Jepang dan China tersebut. Hal ini terjadi karena ada penyesuaian kondisi geografis dan geologis di kawasan konstruksi proyek.
Selain itu, pembengkakan juga dipicu penyesuaian pengerjaan proyek akibat kondisi pandemi covid-19. Akibatnya, proyek harus didesain ulang dan kebutuhan dana membengkak.
(uli/agt)