PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI akan menjadi pemegang saham mayoritas di konsorsium proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
KAI akan menggantikan posisi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang saat ini menjadi pimpinan konsorsium proyek tersebut.
"Dari informasi yang kami terima, KAI akan menambah setoran modalnya ke PSBI. Dengan begitu tentu KAI akan menjadi pemegang saham terbesar," ujar Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PSBI adalah konsorsium yang berisi empat BUMN, yakni Wijaya Karya, KAI, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. Konsorsium ini memiliki 60 persen saham di operator proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)
Lalu, 40 persen saham KCIC digenggam oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Saat ini, pemegang saham terbesar di PSBI adalah Wijaya Karya dengan porsi 38 persen. Sementara, KAI dan PTPN VIII masing-masing 25 persen, serta Jasa Marga 12 persen.
Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Public Relations KAI Joni Martinus enggan berbicara gamblang terkait rencana penambahan modal saham perusahaan di PSBI. Ia mengatakan informasi ini lebih baik dikonfirmasi ke Kementerian BUMN.
"Silakan dikonfirmasi ke humas Kementerian BUMN karena hal tersebut kewenangan pemerintah," ujar Joni.
Lihat Juga : |
Sementara, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pihaknya telah membahas rencana penambahan saham KAI di PSBI. Ia mengakui bahwa KAI akan menjadi pimpinan konsorsium BUMN di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Menangani suntikan dana KAI, nah dengan suntikan dana tadi lead (pemimpin konsorsium) nya ya KAI," ungkap Arya.
Sedikit mengulas kembali, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa dikatakan mengandung polemik sejak awal dicanangkan oleh pemerintah. Proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping menandatangani perjanjian pendanaan infrastruktur dengan China Development Bank dan KCIC.
Pemerintah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada 21 Januari 2016. Acara dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, Ignasius Jonan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan tak hadir dalam groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Tak diketahui secara pasti alasan Jonan tak menghadiri acara groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal yang pasti, Jonan memang belum mengeluarkan izin pembangunan proyek tersebut saat groundbreaking dilakukan.
Bukan hanya soal izin pembangunan. China, sebagai mitra pemerintah dalam membangun kereta cepat Jakarta-Bandung juga disebut-sebut 'menikung' Jepang untuk mendapatkan proyek ini.
Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah menggelontorkan modal sebesar US$3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.
Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai US$6,2 miliar, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Namun, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama, setelah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2015.
China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar US$5,5 miliar dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.
Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun serta bunga 2 persen per tahun.
Selain itu, China menjamin pembangunan ini tak menguras dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
China memenangkan hati pemerintah Indonesia dalam membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jika dihitung, proyek itu sudah berjalan sekitar lima tahun.