IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global Tahun Ini Jadi 5,9 Persen
Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 5,9 persen. Prediksi itu lebih rendah 0,1 persen dari perkiraan yang diumumkan pada Juli lalu.
Pelemahan terjadi lantaran inflasi di tengah tingginya harga komoditas dan tidak sejalannya permintaan dan penawaran selama pandemi.
Ketidakstabilan rantai pasok akan terus membuat harga barang naik dalam waktu lama. Hal ini membuat bank sentral bakal menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.
Kendati demikian, IMF tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun depan di level 4,9 persen. Namun, lembaga internasional itu masih melihat peningkatan risiko ekonomi.
"Penyebaran varian Delta yang cepat dan ancaman varian baru, meningkatkan ketidakpastian kapan pandemi akan terselesaikan," kata IMF, dikutip dari CNN.com, Rabu (13/10).
Untuk Amerika Serikat (AS), IMF menurunkan prediksi laju ekonomi tahun ini dari 7 persen menjadi 6 persen. Angka ini merupakan penurunan terbesar di antara negara G7 lainnya.
IMF mengatakan pemangkasan tersebut disebabkan oleh gangguan rantai pasok dan melemahnya konsumsi warga AS pada kuartal III 2021.
Beberapa waktu lalu, Goldman Sachs turut memangkas proyeksi ekonomi Negeri Paman Sam tahun ini menjadi 5,6 persen dan 4 persen untuk tahun depan.
Kebijakan yang diambil pemerintah AS semakin sulit untuk mengatasi persoalan pertumbuhan tenaga kerja, peningkatan inflasi, kerawanan pangan, hingga perubahan iklim.
Tidak hanya AS, IMF memangkas sejumlah pertumbuhan ekonomi negara lain seperti Jerman, Jepang, dan China.
Keterbatasan material mempengaruhi hasil manufaktur Jerman. Sementara kebijakan 'state of emergency' sejak Juli hingga September menghambat pemulihan ekonomi Jepang.
Lihat Juga : |
Sementara itu, IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh 8 persen pada tahun ini. Angka ini lebih rendah dibandingkan prediksi Juli dengan alasan masyarakat mengetatkan pengeluarannya.
Masalah utang beberapa perusahaan properti China turut menyebabkan ekonomi negeri tirai bambu ini terhambat dan dikhawatirkan berisiko terhadap pasar keuangan.
Chief Economist IMF Gita Gopinath mengatakan negara berkembang dengan pendapatan rendah paling terpukul dari segi ketenagakerjaan. Ini diperparah dengan 96 persen masyarakat yang belum divaksin hingga kesenjangan si kaya dan miskin yang dapat membahayakan ekonomi.
"Proyeksi untuk negara berkembang dengan pendapatan rendah semakin parah akibat dinamika pandemi," kata Gita.
Di lain sisi, hampir 60 persen masyarakat dengan ekonomi maju telah divaksin. Bahkan beberapa orang di antaranya sudah menerima vaksin booster.
Lebih lanjut, ekonomi negara maju diperkirakan pulih pada tahun depan. Namun, ekonomi negara berkembang masih tumbuh di kisaran 5,5 persen pada 2024 atau di bawah proyeksi sebelum pandemi.