Bank Sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) memperketat kebijakan moneter untuk pertama kalinya sejak tiga tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk menekan inflasi di tengah pandemi covid-19 yang membuat rantai pasok yang terhambat.
Saat ini, bankir di seluruh dunia bekerja keras dalam mendukung pemulihan ekonomi sembari mencegah kenaikan harga dalam jangka panjang.
Tindakan bank sentral ini dilakukan setelah ekonomi Singapura naik 6,5 persen secara tahunan pada kuartal III 2021. Ini menandakan pemulihan ekonomi setelah tahun lalu masuk jurang resesi yang dalam akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Singapura telah mengumumkan untuk hidup berdampingan dengan virus serta meningkatkan tingkat vaksinasi. Pemerintah setempat membuka ekonomi dan pariwisata dengan tingkat vaksin mencapai 85 persen.
Sementara itu, inflasi menjadi masalah di berbagai penjuru dunia dan menghambat rantai pasok global. Kondisi ini mendorong bank sentral lain seperti Selandia Baru dan Korea Selatan untuk mengetatkan kebijakan moneternya.
Ekonom Regional CIMB Bank Song Seng Wun mengatakan tindakan Singapura merupakan respons terhadap inflasi global yang mungkin akan bertahan dalam waktu yang lama.
Lihat Juga : |
"Bagi Singapura, sebagai negara yang melakukan impor segala jenis barang, tidak dapat menghindari kurs mata uang yang kuat diperlukan untuk menjaga inflasi sebaik mungkin," kata Wun dikutip dari AFP, Kamis (14/10).
Kebijakan ini menjadi lebih penting ketika ekonomi Singapura diperkirakan akan terus bertumbuh tahun depan dengan berbagai pelonggaran dan kemudahan berwisata.
Kebijakan moneter ini dilakukan dengan menjaga mata uangnya dengan mata uang mitra dagang utama lainnya. MAS mengatakan kebijakan ini akan dinaikkan secara perlahan. Dengan demikian, dapat dipastikan stabilitas harga dalam jangka menengah akan terjaga.
Hingga saat ini, kasus positif covid-19 di Singapura menyentuh angka 135 ribu dengan angka kematian yang rendah sebesar 192 kasus.