Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto membeberkan empat strategi untuk mereduksi atau mengurangi emisi karbon dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia.
"Pertama, zero flare. Kalau di ladang-ladang minyak kelihatan ada api, itu kami harus buat menjadi zero," imbuhnya dalam podcast Helmy Yahya melalui akun YouTube, dilansir Antara, Selasa (19/10).
Flare adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang dibakar secara terus menerus maupun tidak karena tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia. Atau, belum bisa terjual secara ekonomis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
SKK Migas, kata Dwi, meminta para pengelola lapangan migas untuk menghentikan pemanfaatan flare karena kegiatan itu melepas emisi ke udara.
Saat ini, pemanfaatan flare telah memberikan kontribusin bagi perusahaan migas, seperti Pertamina EP yang dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar 66,8 persen. Sedangkan, pemanfaatan flare di Premier Oil dapat menambah 0,65 MMSCFD penjualan gas.
Kedua, lanjut Dwi, pengurangan emisi melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR) dengan melakukan injeksi karbon dioksida pada lapangan migas.
"Kalau kita ambil gas bumi, seringkali gas itu mengandung karbon dioksida. Kalau dulu gas itu dilepas, nanti kami akan proses CO2 itu tidak dilepas, tapi diinjeksikan ke dalam," terang dia.
Ketiga, SKK Migas berupaya mendesain tempat penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau dikenal CCUS. Saat ini, SKK Migas telah menyetujui pembangunan CCUS dalam proyek gas alam cair BP Tangguh di Papua, Abadi Masela di Maluku, dan Exxonmobil Cepu di Jawa Timur.
"Pembangunan CCUS akan meningkatkan jumlah investasi di hulu migas," jelasnya.
Keempat, Dwi melanjutkan, melakukan penghijauan daerah aliran sungai hingga hutan kota. SKK Migas berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merehabilitasi daerah alira sungai seluas 9.441 hektare (ha) pada tahun ini.
Program rehabilitasi ini akan memberdayakan masyarakat sekitar, kontraktor lokal, dan melibatkan kelompok tani hutan konservasi yang telah memenuhi standar pengadaan barang dan jasa industri hulu migas.
SKK Migas juga meminta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menanam pohon di wilayah kerja mereka secara masif melalui program pengembangan dengan luas lahan penghijauan yang melibatkan masyarakat mencapai 863,73 ha.