Serikat Karyawan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menggugat tempat kerjanya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas dugaan tak memenuhi perjanjian kerja.
Gugatan bernomor Perkara 463/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jkt.Pst tersebut didaftarkan pada Kamis (28/10) lalu. Salah satu poin yang digugat adalah dugaan perusahaan tak memenuhi hak kepada 20 karyawan teladan 2018.
Serikat Karyawan Semen Indonesia meminta Pengadilan untuk menginstruksikan perusahaan membayar hak yang dijanjikan berupa biaya umroh sebesar Rp25 juta per orang kepada karyawan dan pasangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga total ganti kerugian sebesar Rp1 miliar," jelas petitum seperti dikutip, Senin (1/11).
Kemudian, mereka juga meminta Pengadilan menyatakan Surat Keputusan Direksi No. 013/Kpts/Dir/2020 tanggal 20 Mei 2020 tentang Kebijakan Kerahasiaan Penghasilan Karyawan bertentangan secara hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Lalu, memerintahkan perseroan untuk membayar bonus kinerja tahunan sejak 2019 kepada karyawan atas nama Siswanto/No. Induk Karyawan 1242 dan Dwi Sutrisno/No. Induk Karyawan 1496.
"Menyatakan pihak Tergugat telah melanggar ketentuan pasal 34 angka 1 dan angka 3 PKB 2019-2021," imbuh petitum.
Selain itu, agar PN memerintahkan perusahaan mengevaluasi pengelolaan dana pensiun dengan melibatkan karyawan dalam rangka peningkatan imbal hasil dana yang dikumpulkan.
Kemudian, menyatakan perusahaan sebagai pihak yang bertanggung jawab selaku pelaksanaan program Pensiun Manfaat Sekaligus, program Pensiun Manfaat Pasti Sekaligus yang sebelumnya dikelola oleh AJB Bumiputera 1912.
Tak hanya itu, karyawan juga ingin agar PN memerintahkan Semen Indonesia untuk mengalihkan pengelolaan program pensiun yang dikelola PT Asuransi Allianz Life Indonesia kepada asuransi/lembaga keuangan lain.
"Menyatakan pihak tergugat lalai melaksanakan kewajibannya/wanprestasi terhadap ketentuan: Pasal 10 angka 2, pasal 10 angka 3, pasal 24, pasal 40, pasal 53 angka 2," jelas petitum.
Serikat Karyawan turut meminta agar BUMN tersebut membuat ketentuan perusahaan masing-masing terhadap ketentuan Pasal 10 angka 2, pasal 10 angka 3, pasal 24, pasal 40, pasal 53 angka 2.
Selain meminta agar serikat pekerja dibebaskan oleh biaya atau ongkos gugatan, mereka juga meminta agar Semen Indonesia membayar uang paksa/dwangsom apabila lalai dalam melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan denda Rp1 juta per hari atas setiap keterlambatan dalam menjalankan isi putusan.
Seorang anggota serikat karyawan Semen Indonesia yang meminta namanya tidak dicatut menyampaikan kepada CNNIndonesia.com bahwa gugatan tersebut merupakan rekomendasi dari Kementerian Ketenagakerjaan setelah perundingan tripartit berakhir buntu.
Menurut dia, anjuran dikeluarkan Kemnaker pada Agustus 2020 setelah perselisihan serikat karyawan dan perusahaan berlangsung alot.
Kendati tak bisa menjelaskan secara rinci materi perselisihan karena masuk dalam ranah persidangan, namun ia mengaku tuntutan merupakan bentuk kekecewaan karyawan karena BUMN semen itu gagal menjadi perusahaan yang menjadi pedoman industri yang sehat.
Dia menyebut petinggi perusahaan sulit diajak berkomunikasi dan usai setahun berselisih masih tak ada kesepahaman yang didapat. Maka dari itu, gugatan pun dilayangkan.
Hingga kini, ia mengatakan belum ada tanggal persidangan dari pengadilan.
"Kalau sudah ada PKB antara manajemen dan karyawan harusnya dihormati, kalau tidak ya dikomunikasikan secara baik karena karyawan sudah berusaha melakukan komunikasi tapi kalau tidak ditanggapi kan namanya bertepuk sebelah tangan," jelas dia.
Redaksi telah menghubungi Corporate Secretary Semen Indonesia Vita Mahreyni untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Namun, yang bersangkutan belum memberikan penjelasan.
"Nanti kami jawab ya," ujar dia.