Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merespons maraknya aksi buruh yang menuntut kenaikan upah minimum hingga 10 persen pada 2022.
Ketua Bidang Organisasi Apindo Adi Mahfud mengatakan ketentuan kenaikan upah buruh kini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ia mengatakan kenaikan upah buruh harus didasari oleh beberapa hal, salah satunya tingkat inflasi yang terjadi di daerah masing-masing. Untuk itu, pihaknya tengah menunggu rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait inflasi yang akan dirilis dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus berdasarkan inflasi yang ada di provinsi masing-masing itupun year-on-year. Dalam artian dari September ke September dan kami juga masih menunggu ketetapan BPS," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (2/10).
Selain itu, indikator kenaikan upah lainnya ialah pertumbuhan ekonomi. Namun lagi, Apindo tengah menunggu rilis BPS terkait Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian, penetapan upah minimum tahun depan akan diresmikan setelah rilis resmi BPS keluar.
Adi yang juga merupakan Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) berharap BPS dapat merilis segera data tersebut secara terbuka. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang berasumsi dalam menentukan kenaikan upah buruh kali ini.
"Dari serikat pekerja ingin kenaikan upah 7-10 persen, itu berdasarkan asumsi pasar sendiri. Seyogyanya hal tersebut tidak direkomendasikan dalam UU Cipta Kerja maupun PP Pengupahan," katanya.
Ia pun berharap federasi pekerja tidak menentukan kenaikan upah berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Pasalnya, kini penetapan upah mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa untuk menuntut kenaikan upah minimum serentak dilakukan di 24 provinsi pada Selasa (26/10).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi tersebut meminta agar pemerintah menaikkan upah sebesar 7-10 persen. Ini didasarkan pada survei hidup layak yang dilakukan KSPI. Ia mengatakan kenaikan ini diharapkan dapat menjaga daya beli buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, KSPI menuntut pemerintah untuk tetap mengadakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Kemudian, buruh menuntut UU Cipta Kerja untuk dibatalkan dan meminta Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa omnibus law.
Jika tuntutan tersebut tidak diindahkan, KSPI mengancam akan menurunkan masa dengan jumlah yang lebih banyak dalam aksi mendatang.