Pengusaha soal Tuntutan Buruh Upah Naik 10 Persen: Tidak Realistis

CNN Indonesia
Jumat, 29 Okt 2021 12:30 WIB
Pengusaha menilai tuntutan buruh agar upah bisa naik 10 persen pada tahun depan tidak realistis. Ini dalih mereka.
Pengusaha menilai tuntutan buruh agar upah bisa naik 10 persen pada tahun depan tidak realistis. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adi Maulana).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kalangan pengusaha merespons tuntutan serikat buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang meminta kenaikan upah minimum/UMK sebesar 7 persen-10 persen pada tahun depan.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) RI Adi Mahfudz Wuhadji menilai tuntutan tersebut tidak realistis. Pasalnya dalam ketentuan kenaikan upah minimum yang baru, buruh tidak bisa meminta kenaikan dengan asumsi sendiri.

Ia mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja, kenaikan upah harus berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tuntutan tersebut tidaklah realistis jika didasarkan atas survei pasar sendiri, kecuali yang berdasarkan data dari lembaga statistik dalam hal ini BPS. Kenaikan tersebut harus didasarkan atas Inflasi atau pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah," paparnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (29/10).

Lebih lanjut, ia menyebut nilai upah minimum ditentukan sesuai kesejahteraan wilayah yang diukur dari tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat.

Dalam beleid baru, penentuan upah minimum juga harus bisa menjamin bahwa rumah tangga pekerja bukan merupakan rumah tangga miskin dan juga seberapa besar orang yang yang bekerja mampu menanggung biaya hidup rumah tangganya.

Adi menyebut upah minimum ditetapkan oleh pemda, dalam hal ini gubernur dengan syarat tertentu. Syarat yang dimaksud adalah, upah minimum kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

[Gambas:Video CNN]

Kemudian, data pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi kabupaten/kota bersangkutan, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.

Untuk itu, ia meminta kalangan buruh untuk kembali pada acuan regulasi yang ada, yakni Undang-Undang Nomer 11 tentang Cipta Kerja tahun 2020, berikut Peraturan Pemerintah Nomer 36 tentang Pengupahan tahun 2021.

"Tidak bisa, hal yang mana saat kondisi sekarang ini juga masih terjadi gelombang ekonomi yang belum stabil dari akibat pandemi covid-19," tegasnya.

Sepaham, Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta agar kalangan buruh tak menuntut secara berlebihan. Pasalnya, kondisi ekonomi RI masih tertekan akibat pandemi covid-19.

Masih dirundung ketidakpastian, ia menyebut tak ada yang bisa memastikan ekonomi RI bakal pulih di tahun depan. Ia mengaku keuntungan dunia usaha juga baru dirasakan akhir-akhir ini, sehingga ia meminta buruh untuk bersikap realistis.

"Dalam situasi ekonomi kita yang seperti ini, yang baru merangkak, permintaan teman-teman serikat buruh itu harus lebih realistis dalam meminta kenaikan UMK 2022," jelasnya.

Mengamini Adi, ia juga menyebut bahwa kenaikan UMK tidak dapat diajukan berdasarkan asumsi sepihak, namun harus mengikuti aturan yang berlaku.

Ia berpendapat dengan perhitungan baru, kenaikan upah minimum bakal secara otomatis naik bila ekonomi daerah atau nasional menggeliat. Karena itu, ia menyarankan buruh untuk fokus meningkatkan produktivitas dan skillnya.

Sarman juga meminta kalangan buruh untuk tidak turun ke jalan melakukan demonstrasi. Ia berharap kalangan buruh bisa ikut menjaga kondusifitas iklim berusaha di RI yang pada akhirnya bakal berkontribusi dalam menekan angka pengangguran bila kian banyak investor yang mau masuk RI.

"Angka pengangguran kita juga cukup tinggi ya jadi ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga semua, termasuk serikat kerja gimana lapangan kerja bisa tersedia," ujarnya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan upah minimum (UMK) 2022 naik sebesar 7 hingga 10 persen. 

"Kenaikan UMK 2022 antara 7-10 persen sesuai dengan hasil survei kebutuhan hidup layak yang dilakukan KSPI. Dengan kata lain, kenaikan upah ini menjadi penting untuk menjaga daya beli agar buruh bisa memenuhi kebutuhannya secara layak," tegas Presiden KSPI Said Iqbal lewat rilis, Selasa (26/10).

KSPI juga mendesak agar Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tetap diberlakukan, baik UMSK 2021 maupun 2022. Mereka juga mendesak agar omnibus law UU Cipta Kerja dibatalkan.

"Dalam waktu dekat, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan uji formil UU Cipta Kerja yang salah satunya diajukan oleh KSPI. Kami meminta agar Hakim MK membatalkan UU yang ditolak oleh kaum buruh tersebut," jelasnya.

Tuntutan terakhir, meminta Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa omnibus law.

(wel/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER