Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara untuk industri semen dan pupuk di dalam negeri sebesar US$90 per ton.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Jual Batubara untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku atau Bahan Bakar Industri Semen dan Pupuk di Dalam Negeri. Aturan ini ditetapkan pada 22 Oktober 2021.
Mengutip salinan dokumen yang didapat CNNIndonesia.com, Kamis (4/11), pemerintah menetapkan harga batu bara untuk industri semen dan pupuk di dalam negeri untuk memberikan kepastian harga bahan baku kepada industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu menetapkan harga jual batu bara untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku atau bahan bakar industri semen dan pupuk di dalam negeri," tulis pemerintah dalam aturan tersebut.
Dalam aturan itu juga dijelaskan penetapan harga batu bara US$90 per ton didasarkan atas spesifikasi acuan kalori 6.322 kcal/kg, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen, dan ash 15 persen.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin dan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Agung Pribadi untuk mengonfirmasi aturan ini. Namun, keduanya belum merespons.
Diketahui, pemerintah sebenarnya sudah punya aturan kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Hal itu tertuang dalam Kepmen ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara dalam Negeri Tahun 2021.
Dalam aturan itu, pemerintah juga mematok pasokan batu bara dalam negeri sebesar 25 persen dari produksi per produsen. Pasokan 25 persen ini tak hanya untuk sektor kelistrikan, tapi juga bisa untuk industri lain.
Namun, khusus untuk sektor kelistrikan, pemerintah menetapkan harga maksimal sebesar US$70 per ton.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso sudah mengeluhkan kenaikan harga batu bara dan pasokan yang menipis untuk industri semen.
"Harga batu bara melonjak tajam dan di samping itu juga pasokan sangat terbatas," kata Widodo kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/11).
Situasi ini, kata Widodo, akan membuat industri menyetop ekspor untuk sementara waktu. Pasalnya, perusahaan kesulitan memproduksi jika pasokan batu bara tipis.
Salah satu perusahaan bahkan sudah mulai berhenti mengekspor semen. Perusahaan itu adalah Semen Indonesia Group (SIG).
Krisis yang dialami industri semen akan merembet ke sektor usaha lain, misalnya properti. Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan pengembang properti sudah siap-siap menghadapi kenaikan harga semen dalam waktu dekat.
"Harga semen sebenarnya sementara ini belum naik, pasokan juga masih ada, tapi dalam waktu dekat akan naik. Perkiraan saya mulai November sudah akan naik harganya," ucap Totok.
Potensi kenaikan harga semen terjadi karena produsen mengurangi jumlah produksi. Sementara, permintaan di pasar tinggi.
Tak hanya semen dan properti, industri tekstil juga kena dampak dari kenaikan harga batu bara. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan sejumlah pengusaha tekstil mulai mengerek harga sekitar 10 persen sejak awal Oktober 2021.
"Secara perlahan sudah naik. Bervariasi, yang banyak berbahan baku kapas," kata Jemmy.
Ia mengatakan kenaikan harga produk tekstil terjadi karena harga komoditas batu bara dan kapas meningkat di pasar internasional. Peningkatan itu mengerek biaya produksi tekstil.
Berdasarkan catatan API, harga batu bara mencapai rekor tertinggi pada akhir September 2021 lalu. Harganya menyentuh US$212 per ton atau Rp3,01 juta per ton.