ANALISIS

Asa Baru Industri Tekstil RI dari Bea Masuk Baju Impor Rp63 Ribu

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Rabu, 17 Nov 2021 11:42 WIB
Pengusaha tekstil merasa pengenaan bea masuk ekstra sebesar Rp63 ribu per potong bagi impor pakaian memberikan harapan mereka untuk bangkit dari keterpurukan.
Pemerintah memperketat impor pakaian demi melindungi industri dalam negeri. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT).

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal berpendapat tindakan pengamanan (safe guard) pemerintah terhadap industri terkesan kuno. Menurutnya, praktik ini sudah jarang dilakukan di global.

"Ini sudah tidak in lagi. Kalau bicara safe guard ada retaliasi. Jadi kalau memberlakukan safe guard ke partner, partner akan berpikir langkah serupa," ungkap Fithra.

Artinya, pemerintah dari negara lain bisa saja menerapkan ekstra bea masuk untuk beberapa produk dari Indonesia yang diekspor ke negara tersebut. Hal itu akan merugikan industri karena ongkos ekspor akan lebih mahal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ongkos ekspor yang mahal akan membuat produk lokal di luar negeri kurang bersaing, karena akan membuat harga jual lebih mahal. Hal ini bisa saja membuat produsen mengurangi ekspor, sehingga akan berdampak juga ke perekonomian nasional.

Lagi pula, kata Fithra, pihak-pihak yang meminta proteksi adalah industri yang sudah tidak efisien. Jika pemerintah fokus pada industri yang memang tak efisien, maka akan merugikan perekonomian nasional.

"Yang tidak efisien untuk apa didorong-dorong, nanti sampai kapan pun tidak berdaya saing. Kalau memang tidak bisa berkompetisi mungkin ada masalah dengan bisnisnya," papar Fithra.

Sementara, pertumbuhan industri yang tak efisien kontribusinya ke ekonomi juga tak banyak. Apalagi, Indonesia sedang memasuki proses pemulihan ekonomi.

"Industri yang tidak efisien ini, kalau dibantu setinggi apapun pertumbuhan ga signifikan ke ekonomi," imbuhnya.

Selain itu, konsumsi masyarakat juga akan terganggu dengan penerapan ekstra bea masuk. Masalahnya, masyarakat harus membayar lebih mahal untuk membeli produk yang terkena ekstra bea masuk.

Kalau memilih produk lokal pun harganya tetap lebih mahal jika sebelumnya terbiasa membeli produk impor yang murah.

Kalau konsumsi terganggu, maka dampaknya buruk bagi perekonomian nasional. Maklum, konsumsi masyarakat menyumbang lebih dari 50 persen terhadap ekonomi nasional.

"Saya tidak mengerti kenapa pemerintah bisa lakukan kebijakan ini di tengah pemulihan permintaan masyarakat. Pengurangan defisit neraca dagang tidak besar juga dengan safe guard, tapi ada potensi penurunan konsumsi dan ekonomi terkendala," ucap Fithra.

Sementara, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengatakan pengenaan ekstra bea masuk untuk sejumlah produk dari keramik hingga pakaian akan berpengaruh untuk industri dalam jangka pendek. Masyarakat yang sebelumnya bergantung dengan barang impor karena harganya murah, kini berpotensi 'menoleh' ke produk lokal.

Namun, ia sangsi aturan ini akan benar-benar menjegal barang impor 100 persen. Pasalnya, kualitas dari barang impor kerap lebih bagus ketimbang lokal.

"Jadi dilihat permintaan dulu. Apakah produk lokal menjamin kualitas sama dengan impor," ujar Yusuf.

Ia mengingatkan bahwa industri dalam negeri juga harus meningkatkan kualitas agar tak kalah dengan produk impor. Selain itu, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan lain agar industri dalam negeri semakin kompetitif.

"Harga logistik harus dikurangi, misalnya harga gas, harga listrik. Itu lebih penting diperbaiki untuk strategi jangka menengah dan panjang," ucap Yusuf.

Jika biaya operasional bisa dikurangi, maka produsen bisa menekan harga jual ke konsumen. Dengan demikian, perbedaan harga antara barang lokal dan impor bisa bersaing sehat di pasar.



(agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER