Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk mengkalkulasi dampak dari berbagai risiko global terhadap perekonomian Indonesia. Mulai dari perlambatan ekonomi China hingga siklus harga komoditas (commodities supercycles).
"Dampaknya akan seperti apa, semuanya dihitung, semuanya harus kita kalkulasi, di mana yang harus kita antisipasi," ucap Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Rabu (17/11).
Menurut Jokowi, risiko global yang akan berdampak ke ekonomi nasional, yaitu pertama, perlambatan ekonomi China. Ia melihat dampaknya penting untuk diukur karena negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat permintaan terhadap produk lokal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Betul-betul dilihat karena ekspor kita ke sana gede," imbuhnya.
Kedua, risiko global yang perlu diwaspadai juga adalah dampak kebijakan pengurangan likuiditas alias tapering off dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed). Rencananya, The Fed mengurangi likuiditas di pasar keuangan dari US$120 miliar menjadi US$15 miliar mulai bulan ini.
"Betul-betul dilihat dari dampaknya dan apa yang harus kita siapkan, apa yang harus kita lakukan," ujarnya.
Ketiga, kenaikan inflasi global, khususnya dari beberapa negara maju. Keempat, fenomena commodities supercycles yang diperkirakan hanya akan berlangsung selama 18 bulan.
"Karena kita tahu saat ini komoditas unggulan ekspor Indonesia melonjak tinggi, ini umumnya berlangsung, biasanya hanya 18 bulan. Jadi langkah-langkah antisipasi untuk itu harus diberikan dengan menguatkan industri pengolahan yang berorientasi ekspor," jelasnya.
Kelima, Indonesia juga perlu mewaspadai dampak dari potensi perlambatan ekonomi dunia pada 2022. Menurutnya, potensi ini masih terbuka karena pandemi covid-19 belum berakhir, meski sejumlah lembaga ekonomi dan keuangan di dunia memperkirakan ada potensi perbaikan ekonomi pada tahun depan.
Tak hanya meminta kalkulasi risiko, mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta agar jajaran menteri bisa mempersiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk bisa menjadi bantalan bagi perekonomian nasional.
Harapannya, APBN 2022 dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi, memperkuat daya tahan ekonomi, dan mengakselerasi daya saing. Khususnya, daya saing di ekspor dan investasi.
Caranya, dengan melakukan penajaman dan efisiensi belanja. Selain itu, belanja rutin dan tidak perlu bisa segera digeser ke belanja yang produktif.
"Dan pastikan ini penting untuk 2022, awal 2022, Januari 2022, anggaran sudah bisa dieksekusi. Artinya di bulan-bulan ini kita sudah menyiapkan administrasi agar di awal tahun, di Januari, sudah bisa dieksekusi dan kita harus menyiapkan sekali lagi dasar untuk pelaksanaan itu," pungkasnya.