ANALISIS

Asa Baru Industri Tekstil RI dari Bea Masuk Baju Impor Rp63 Ribu

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Rabu, 17 Nov 2021 11:42 WIB
Pengusaha tekstil merasa pengenaan bea masuk ekstra sebesar Rp63 ribu per potong bagi impor pakaian memberikan harapan mereka untuk bangkit dari keterpurukan.
Menkeu Sri Mulyani memperketat impor pakaian dengan mengenakan bea masuk ekstra demi melindungi industri dalam negeri. Ilustrasi. (M. Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah memperketat berbagai impor produk mulai dari kertas sigaret, kertas plug wrap non-porous, ubin keramik, pakaian, hingga aksesori pakaian.

Untuk impor pakaian dan aksesori pakaian, pengetatan tertuang dalam PMK Nomor 142 Tahun 2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian.

Dalam aturan itu, pemerintah mengenakan ekstra bea masuk untuk pakaian dan aksesori pakaian. Besarannya sekitar Rp19.260 hingga Rp63 ribu per potong untuk tahun pertama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan ini berlaku selama tiga tahun dan besaran bea masuk yang dikenakan berangsur turun. Beberapa produk yang dikenakan, antara lain segmen atasan kasual, atasan formal, bawahan, setelah, ensemble, gaun, outwear, pakaian dan aksesori pakaian bayi, headwear, dan neckwear.

Sementara untuk pengetatan impor produk kertas sigaret dan plug wrap non-porous, itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 157 Tahun 2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kertas Sigaret dan Kertas Plug Wrap on-Porous.

Pengetatan dilakukan dengan mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau ekstra bea masuk . Bea masuk dikenakan selama dua tahun dalam dua tahap.

Pertama, bea masuk yang dikenakan sebesar Rp4 juta ton. Angka ini digunakan pada tahun pertama PMK 157 berlaku.

Kedua, bea masuk yang dikenakan sebesar Rp3,96 juta per ton. Bea masuk ini dikenakan pada tahun kedua PMK 157 berlaku.

Dan untuk ubin keramik, pengetatan impor tercantum dalam PMK Nomor 156 Tahun 2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Ubin Keramik.

Bea masuk dikenakan selama tiga tahun. Tahun pertama, bea masuk yang dikenakan sebesar 17 persen. Tahun kedua sebesar 15 persen dan tahun ketiga 13 persen.

Semua pengetatan dilakukan lantaran Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia mencatat ada lonjakan impor untuk produk-produk tersebut. Kondisi itu menjadi ancaman serius bagi industri di dalam negeri.

Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan pengetatan memang harus dilakukan. Pasalnya, total impor pakaian jadi pada 2020 sebesar US$627,4 juta. Angka tersebut memang turun jika dibandingkan dengan 2019 yang mencapai US$849,7 juta.

Namun, jika dilihat dari 2015 angka impor pakaian jadi memang terus naik. Rinciannya, impor pakaian jadi pada 2015 sebesar US$401,5 juta, pada 2016 sebesar US$410,5 juta, pada 2017 sebesar US$576,9 juta, pada 2018 sebesar US$815,2 juta, pada 2019 sebesar US$849,7 juta, dan 2020 sebesar US$627,4 juta.

Data API menunjukkan impor paling banyak berasal dari China yang sebesar US$343,01 juta dengan pangsa pasar 54,68 persen pada 2020. Negeri Tirai Bambu itu juga menjadi pengekspor pakaian nomor satu pada 2019, yakni US$431,39 juta dengan pangsa pasar 50,77 persen.

Impor itu menjadi ancaman serius bagi industri dalam negeri. Pasalnya selama ini, harga pakaian impor kerap lebih murah dibandingkan dengan pakaian lokal.

Selisih harganya pakaian impor dengan lokal bisa lebih murah 20 persen sampai 30 persen. Karena itulah, banyak masyarakat yang lebih memilih beli pakaian impor ketimbang produk dalam negeri.

Ade berkeyakinan kebijakan ekstra bea masuk untuk pakaian dan aksesori pakaian yang dikeluarkan Sri Mulyani berpotensi menahan laju impor lebih dari 50 persen. Hal ini termasuk pakaian baru dan pakaian bekas.

"Diharapkan UKM garmen terlindungi dari perdagangan impor yang kurang sehat dan segera bangkit untuk pemulihan ke seluruh mata rantai pasokannya," ungkap Ade kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/11).

Sementara, Ketua API Jemmy Kartiwa mengatakan total impor pakaian mencapai US$421,13 juta sejak awal 2021 hingga hari ini. China masih mendominasi dengan nilai impor US$225,84 juta dan pangsa pasar 53,63 persen.

Setelah itu, ada Vietnam dengan nilai impor sebesar US$38,2 juta, Bangladesh US$37,11 juta, Turki US$15,5 juta, dan Hong Kong US$13,34 juta.

Menurut Jemmy, pengenaan ekstra bea masuk ini akan menolong UMKM yang memproduksi pakaian jadi. Sebab, UMKM yang paling terdampak dari banjirnya impor pakaian jadi.

"Sebelumnya lihat kan hijab-hijab dari luar negeri sangat murah sekali dan itu sangat memukul UMKM," ujar Jemmy.

Ia mengatakan pakaian jadi kebanyakan diproduksi oleh UMKM, bukan industri besar. Mayoritas pembelinya adalah kelompok menengah dan menengah ke bawah.

"Kalau pakaian yang dibeli masyarakat kan middle to low. Nah itu dikerjakan bukan industri besar, tapi dikerjakan oleh industri garmen UMKM, yang ada lima penjahit, 10 penjahit. Sudah saatnya kami proteksi supaya tumbuh dewasa," papar Jemmy.

Jadi, kalau pakaian impor kena ekstra bea masuk, otomatis harga yang dijual ke konsumen akan naik. Hal itu akan membuat perbedaan harga pakaian impor dan lokal semakin tipis atau bahkan sama.

Dengan demikian, masyarakat yang biasanya membeli pakaian impor berpotensi melirik pakaian lokal karena harganya tak jauh berbeda. Namun, masyarakat yang dimaksud adalah mereka yang berada di kelompok menengah dan menengah ke bawah.

"Kalau brand-brand besar kalau naik Rp30 ribu kan tidak terasa. Kalau kalangan menengah bawah terasa. Kami ingin menciptakan lapangan kerja. Kami harus pikirkan pertumbuhan ekonominya, apalagi saat covid-19 banyak karyawan yang kena lay off," jelas Jemmy.

Ia berharap aturan ini dapat mengerek utilisasi industri pakaian menjadi lebih dari 95 persen pada akhir 2021. Saat ini, rata-rata utilisasi industri pakaian jadi baru di level 80 persen.

Rawan Picu 'Balas Dendam'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER