Jakarta, CNN Indonesia --
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna di Selat Lampa, tampak sepi pada satu pagi Oktober lalu. Tak ada yang berjaga di pintu masuk. Hanya satu pintu gerbang masuk kawasan ini yang dibuka.
Tak terlihat pula aktivitas bongkar muat ikan di SKPT Natuna. Bau amis yang biasanya menguap di setiap tempat pelelangan ikan, pagi itu tak terendus sama sekali.
Kapal-kapal pun tak ada yang bersandar. Hanya ada beberapa petugas yang berada di kantor SKPT Natuna. Hari itu, penanggung jawab SKPT sedang dinas ke luar kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi SKPT ini berada di sisi selatan Fasilitas Pelabuhan TNI AL. Untuk menuju ke SKPT dari Ranai Kota membutuhkan waktu sekitar 2 jam berkendara.
Mengutip rilis KKP, SKPT dibangun dengan alokasi anggaran mencapai Rp221,7 miliar. Pusat perikanan ini berdiri di atas lahan seluas 5,8 hektare, dengan beberapa fasilitas pokok, seperti dermaga berukuran 8x100 meter dan dermaga 8x120 meter.
Selain itu, terdapat pula tempat pemasaran ikan (TPI), integrated cold storage (ICS) berkapasitas 200 ton, kios Bahan Bakar Minyak (BBM) berkapasitas 12 kiloliter, pengolahan air bersih Backrish Water Reserve Osomosis (BRWO) berkapasitas 250 ton, tempat perbaikan jaring, dan kios perbekalan melaut.
SKPT Natuna diresmikan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada 7 Oktober 2019 lalu. Ketika itu, Susi turut melepas ekspor gurita ke Jepang sebesar 1.556,169 ton dengan penjualan mencapai Rp40 miliar.
Perum Perindo menjadi salah satu operator di SKPT Natuna. Mereka menyewakan operasional ICS SKPT Natuna dengan perjanjian kerja sama pemanfaatan sejak 1 Juni 2017 lalu. Perum Perindo juga mengadakan kerja sama kemitraan pemasaran ikan hasil tangkapan dengan sekitar 216 nelayan Natuna.
Bupati Natuna Wan Siswandi mengatakan sejak diresmikan 2019 lalu, SKPT belum memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah. Menurutnya, SKPT Natuna itu juga belum berjalan optimal.
Ia berharap sentra perikanan ini bisa beroperasi maksimal agar ada aktivitas jual beli ikan sehingga pihaknya mendapat retribusi.
"Nah sampai hari ini belum sampai di situ, belum sampai transaksi di darat untuk menjadikan tempat lelang," ujar Siswandi kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Siswandi mengatakan untuk mengoptimalkan SKPT Natuna pemerintah pusat telah menggandeng Jepang untuk investasi. Menurutnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta sejumlah menteri terkait sudah berbicara dengan pihak Jepang.
Menurutnya, investasi perusahaan Jepang ini untuk mengembangkan pasar ikan di Ranai dan SKPT Natuna Selat Lampa. Pembangunan pasar ikan oleh perusahaan Jepang dimulai tahun depan.
Pihaknya pun sudah mulai pembangunan jalan akses pasar. Ia berharap pasar yang dibangun Jepang bisa menopang SKPT Natuna.
"Kehadiran pasar itu untuk menunjang SKPT yang ada. Jadi ikan-ikan yang ada di situ biar bisa dipasarkan di situ, untuk kebutuhan lokal di situ dan kebutuhan di luar Kabupaten Natuna," ujarnya.
Namun, kata Siswandi, ada rencana pemerintah pusat untuk menggeser SKPT tersebut ke sisi selatan Pulau Natuna. Ia menyebut bangunan SKPT Natuna bakal dipakai untuk fasilitas pertahanan TNI AL.
"Apakah ini nanti dipindahkan atau konsepnya seperti apa yang itu nanti akan didiskusikan. Yang jelas kita sudah mengusulkan dan sudah didengungkan oleh pihak KKP, Natuna akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus Perikanan. Semoga itu segera terwujud," katanya.
Sementara Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda mengungkap awal mula pembangunan SKPT tersebut. Sebelum menjadi wakil bupati, ia pernah menyampaikan kepada Susi Pudjiastuti agar mengurungkan rencana membuat SKPT di darat. Ia berpendapat SKPT Natuna akan mengalami kegagalan seperti yang ada di Tual.
"Harusnya SKPT itu mobile, kaya kapal induk, seperti Jepang, Thailand, Vietnam. Jadi SKPT yang bergerak ke daerah fishing ground, nelayan taruh ikan, dia kasih bahan bakar. Jadi nelayan enggak perlu bolak-balik," ujarnya.
"Sekarang SKPT (Natuna) siapa yang mau bolak-balik hanya bawa ikan 500 kg, mau ambil minyak, jual di situ, lelang. Lebih baik sama nelayan Jawa dibawa ke Jawa, harga lebih mahal. suuruh lelang di sini, siapa yang beli," ujar Huda.
Huda tak heran jika SKPT Natuna sepi dari nelayan lokal. Ia menyorot pengelolaan SKPT yang diberikan kepada Perum Perindo.
Menurutnya, lebih baik nelayan lokal yang digandeng menghidupkan kawasan tersebut. Huda menyebut ada pengusaha lokal yang mau membeli ikan dari nelayan lebih tinggi dari Perindo.
"Dan dia (pengusaha lokal) es gratis, bayar cash. Perindo es beli, bayar nunggak satu minggu. Siapa yang mau?" katanya.
Huda pun meminta kepada Dinas Perikanan Natuna untuk meningkatkan fasilitas penunjang di SKPT ketimbang mengeluarkan regulasi yang mewajibkan kapal-kapal yang mendapat izin menangkap ikan di Laut Natuna Utara bongkar muat di SKPT.
"Yang harus kamu buat kalau mau, fasilitas yang buat mereka merasa kalo lelang di sana untung," ujarnya.
Meskipun demikian, kata Huda, dana hibah dari Jepang sebesar Rp100 miliar yang bakal diterima untuk peningkatan SKPT Natuna Selat Lampa dan pembangunan Pelabuhan Perikanan Ranai.
"Rencana ke depan Jepang untuk investasi di Natuna, karena presiden mau Jepang, untuk Pelabuhan Samudera, pariwisata, perikanan. Kita masih bahas tata ruang, tata ruang kita belum selesai," katanya.
Sejumlah Fasilitas Belum Siap
Penanggung Jawab SKPT Natuna Muhammad Ropindra mengakui keberadaan SKPT Natuna dalam empat tahun terakhir ini belum maksimal. Namun, ia membantah jika tak ada aktivitas di SKPT Natuna.
Ropindra mengatakan aktivitas lebih banyak berjalan pada pagi hari, yang mayoritas merupakan nelayan-nelayan bagan pencari cumi-cumi dan ikan teri. Sementara untuk kapal-kapal berukuran besar bongkar muat setiap 10 hari sekali.
"Dari Januari sampai ke September, itu 1.200 ton. Berbagai jenis tangkapan, paling banyak angoli, itu kapal-kapal rawai," kata Ropindra akhir Oktober 2021.
Ropindra menyebut beberapa fasilitas di SKPT juga belum lengkap, seperti misalnya pabrik es, workshop, hingga ICS.
Ia mengaku bakal membangun sejumlah fasilitas tersebut dari dana hibah Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA).
"Pabrik es kita belum punya pak, tapi ke depan sudah diusulkan di program hibah JICA itu pak, pabrik es, workshop juga, ada ICS juga," ujarnya.
Ropindra mengatakan pihaknya juga berencana menggandeng pengusaha lokal untuk mau ikut mengelola SKPT Natuna sebagai pembeli ikan para nelayan. Namun, rencana ini terkendala wacana pemerintah pusat memindahkan SKPT tersebut.
[Gambas:Infografis CNN]
Menurutnya, pemerintah pusat hendak memakai bangungan SKPT untuk fasilitas pertahanan TNI AL. Posisi SKPT Natuna diketahui tak berada jauh dari Faslabuh TNI AL Selat Lampa. Namun, ia belum mengetahui SKPT ini bakal dipindah ke mana.
"Ini juga menjadi kendala kita untuk menarik investor, karena kan investor butuh kepastian, saya sudah berapa orang untuk mengajak mereka untuk masuk, karena ada wacana ini mereka menahan diri dulu," katanya.
Sementara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menyebut pembangunan SKPT Natuna sebenarnya belum selesai. Zaini mengatakan pembangunan kembali berjalan awal tahun ini.
"Selama ini baru ada beberapa kapal, saya tidak tahu persis operasionalnya, yang pasti sudah ada beberapa kapal yang memanfaatkan baik kapal-kapal lokal maupun kapal Jawa untuk pangkalan di sana," kata Zaini.
Zaini mengatakan dermaga SKPT Natuna sudah memadahi. Air bersih tersedia, ditambah lagi dengan ICS. Namun, kata Zaini, berbagai fasilitas di kawasan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
"Tapi sudah berfungsi. Katakan lah kapasitasnya untuk 100 kapal, sekarang paling baru 20 kapal," ujarnya.