Beda Pinjol Konvensional dan Pinjol Syariah

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 18 Nov 2021 09:43 WIB
MUI menetapkan fatwa haram pada pinjol karena mengandung riba. Berbeda dengan pinjol syariah yang mengutamakan prinsip dan dilakukan dengan akad. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa haram terhadap layanan pinjaman online (pinjol) maupun pinjaman offline belum lama ini. Sebab, pinjaman dinilai mengandung riba alias memungut bunga dan tidak sesuai dengan syariat agama Islam.

Kendati begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sistem keuangan di Indonesia sejatinya masih menganut dua sistem, yaitu konvensional dan syariah. Hal ini memungkinkan pinjol maupun pinjaman offline bisa diberikan secara konvensional maupun syariah.

Khusus untuk pinjol, data OJK mencatat ada 104 perusahaan per 25 Oktober 2021. Dari jumlah tersebut, pinjol konvensional ada 97 perusahaan, sedang sisanya 7 pinjol berprinsip syariah.

Mereka adalah PT Ammana Fintek Syariah, PT Alami Fintek Sharia, PT Dana Syariah Indonesia, PT Duha Madani Syariah, PT Qazwa Mitra Hasanah, PT Piranti Alphabet Perkasa, dan PT Ethis Fintek Indonesia.

Lalu, apa beda pinjol konvensional dan syariah?

1. Prinsip Syariah

Beda yang paling mendasar tentunya ada di prinsip syariah. Hal ini tertuang di Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Menurut fatwa MUI, pinjol syariah adalah penyelenggara layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.

"Ketentuan hukum layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi dibolehkan dengan syarat sesuai dengan prinsip syariah. Pelaksanaan layanan berdasarkan prinsip syariah wajib mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini," ungkap Fatwa MUI seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Prinsip syariah antara lain agar pembiayaan terhindar dari riba (bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), tadlis (penipuan), dharar (bahaya), zhulm (ketidakadilan), sehingga haram (dilarang). Sementara, pinjol konvensional tidak menggunakan prinsip syariah.

2. Perjanjian atau Akad

Selanjutnya, pada pinjol konvensional, ketentuan pinjam meminjam didasari pada perjanjian umum di bidang jasa keuangan antara pemberi pinjaman dengan peminjam. Dalam perjanjian biasanya akan ada soal besaran pinjaman, besaran bunga, tenor pinjaman, hingga kebijakan penagihan bila pinjaman tak kunjung dikembalikan.

Sementara, di pinjol syariah menggunakan akad. Terdiri dari akad ijarah, akad musyarakah, akad mudharabah, akad qardh, dan akad wakalah.

Akad ijarah mengatur soal pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah. Sementara akad musyarakah ibarat kerja sama antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing memberi modal.

Nantinya, keuntungan atau kerugian dibagi sesuai porsi yang telah disepakati atau bisa juga secara merata. Sedangkan, akad mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal dan pengelola.

Pemilik modal mengeluarkan dana, lalu dikelola oleh pengelola. Bila untung, hasil dibagi sesuai kesepakatan nisbah. Tapi bila rugi biasanya ditanggung pemilik modal.

Lalu, akad qardh yang intinya pinjam meminjam dengan ketentuan waktu dan cara pengembalian yang telah disepakati. Terakhir, akad wakalah, pada perjanjian ini ada kuasa hukum yang diberikan pemberi pinjaman kepada yang meminjam.



Bagi Hasil di Pinjol Syariah


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :