Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada awal Oktober lalu.
Aturan ini memuat sejumlah undang-undang perpajakan yang sebelumnya berlaku, namun tidak semua aturan dijalankan serentak pada bulan yang sama.
"Walaupun undang-undang ini disetujui oleh Komisi XI dan di paripurna pada bulan Oktober tidak berarti serta merta undang-undang ini langsung berjalan di bulan Desember. Setiap bagian itu berlakunya berbeda-beda," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebijakan ini memang sengaja diberlakukan dalam kurun waktu yang berbeda, sebab pemulihan ekonomi masih menghadapi tantangan yang tidak pasti.
Aturan Pajak Penghasilan (PPh) dalam UU HPP baru akan diberlakukan pada tahun pajak 2022. Dalam hal ini, UU HPP mengubah UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Kemudian, dalam UU tersebut aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru akan diberlakukan mulai tanggal 1 April 2022. Pajak yang diberlakukan untuk barang atau jasa ini direncanakan akan menjadi 11 persen. Pada 2025, PPN akan kembali dinaikkan menjadi 12 persen.
"Kenaikan ke 11 persen mulai 1 April 2022, kenaikan ke 12 persen selambat-lambatnya 1 Januari 2025. Jadi ini bertahap sesuai dengan kondisi pemulihan ekonomi," ujarnya.
Selain itu, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) akan diberlakukan selama 6 bulan mulai tanggal 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Aturan pajak karbon juga mulai efektif diberlakukan pada tanggal 1 April 2022.
Terakhir, untuk aturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan aturan cukai sudah mulai diberlakukan sejak aturan ini diundangkan yakni 29 Oktober 2021.