Greenpeace Sebut Food Estate Rusak Hutan Besar-besaran

CNN Indonesia
Senin, 22 Nov 2021 16:21 WIB
Greenpeace menilai program lumbung pangan (food estate) sebagai upaya merusak hutan secara besar-besaran karena pembukaan lahan melepas 1 juta ton karbon. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar).
Jakarta, CNN Indonesia --

Greenpeace Indonesia menilai program lumbung pangan (food estate) yang digagas Pemerintah Indonesia sebagai upaya perusakan hutan secara besar-besaran. Pasalnya, pembukaan lahan food estate berimbas pada pelepasan karbon atau emisi gas buang.

Hitung-hitungan Greenpeace, dari pembukaan 31 ribu hektare (ha) lahan di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, untuk food estate, setidaknya ada potensi 1 juta ton karbon yang terbuang.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra menyebut 700 ha lahan yang sudah dibuka di Kalteng saja sudah melepaskan 61 ribu ton karbon.

"Kalau kemudian 31 ribu ha itu dibuka, ini hanya bicara Kalimantan Tengah, di Gunung Mas lebih spesifik lagi, maka akan lebih besar lagi. Lebih dari 1 juta ton karbon akan terlepas ke angkasa," terang dia pada Indonesia Forest Forum, Tempodotco, Senin (22/11).

Selain khawatir potensi pelepasan karbon dari hutan Kalimantan, Syahrul juga menyoroti soal pihak yang diberi kewenangan mengelola lumbung pangan tersebut. Sebut saja, Kementerian Pertahanan yang tidak mengurusi pangan, namun diberi tanggung jawab mengelola food estate.

"Ini kerusakan hutan alam dilakukan tidak mengikuti proses administrasi yang ada. Ini diskresi yang kebablasan menurut saya, dan mengancam keberadaan lingkungan kita," imbuh Syahrul.

Ia pesimistis proyek lumbung pangan bisa menjadi jawaban terhadap ancaman krisis pangan RI. Sebab, pangkal masalah kerdilnya lahan tanam adalah konversi massal untuk kepentingan infrastruktur yang menggusur lahan pertanian produktif.

Syahrul melihat ironi yang terjadi. Di satu sisi, pemerintah menggembar-gemborkan soal ketahanan pangan, tapi di sisi lain pemerintah membiarkan pengalihan lahan pertanian menjadi lahan infrastruktur.

"Itu tidak sejalan dengan narasi ketahanan pangan. Sekarang kita bangun di lahan baru yang jelas tidak akan produktif," bebernya.

Menanggapi itu, Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Anang Noegroho Setyo Moeljono menegaskan bahwa food estate diperlukan agar RI memiliki lumbung pangan di luar Pulau Jawa.

Ia melihat penting untuk memiliki diversifikasi basis pangan di pulau-pulau besar di luar Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatra, guna menghindari krisis pangan di masa depan.

"Kita berharap dengan mengembangkan kawasan-kawasan sentra pangan yang dekat di lokasi distribusi dan konsumsi, diharapkan krisis pangan tidak terjadi di masa depan," pungkasnya.



(wel/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK