BPS Tetap Pantau Minyak Goreng Curah Meski Dilarang Dijual

CNN Indonesia
Kamis, 25 Nov 2021 18:00 WIB
Kepala BPS Margo Yuwono memastikan tetap memantau dampak inflasi dari minyak goreng curah apabila masih dikonsumsi masyarakat di tengah larangan Kemendag.
Kepala BPS Margo Yuwono memastikan tetap memantau dampak inflasi dari minyak goreng curah apabila masih dikonsumsi masyarakat di tengah larangan Kemendag. (ANTARA/Calvin Basuki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono merespons rencana pemerintah melarang penjualan minyak goreng curah mulai 1 Januari 2021.

Ia memastikan pihaknya bakal tetap memantau di lapangan seberapa besar konsumsi minyak goreng curah di masyarakat dan seberapa besar dampaknya terhadap inflasi.

"Walau minyak goreng ini adalah larangan tapi kalau di masyarakat masih banyak yang konsumsi ya tetap kami pantau sebagai bagian yang paling banyak dikonsumsi masyarakat," kata dia usai Workshop Media BPS 2021, Kamis (25/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Margo menyebut keputusan pemerintah tidak akan mengubah alur kerja BPS dan pelaporan data bakal tetap dilakukan secara independen.

Dia memastikan pihaknya memantau ketat semua barang konsumsi sembako di masyarakat, termasuk minyak goreng curah dan kemasan.

"Kami akan mendata ulang kira-kira pola konsumsi masyarakat yang sekarang ini komoditasnya apa saja tanpa melihat apa yang dilakukan oleh pemerintah," imbuh dia.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membeberkan sejumlah alasan penjualan minyak goreng curah dilarang mulai 1 Januari 2021 mendatang.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menerangkan peraturan terkait pemberhentian penjualan minyak goreng curah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan.

Dalam beleid tersebut, Kemendag mewajibkan penjualan minyak goreng dalam kemasan. Namun, minyak goreng curah masih dapat diperdagangkan hingga 31 Desember 2021.

Menurut Oke, aturan tersebut ditetapkan dari hasil diskusi dengan para stakeholder yang terlibat seperti produsen minyak curah.

"Ini akibat diskusi dengan stakeholder, baik itu produsen dan berbagai macam stakeholder lainya, sehingga terjadi beberapa penundaan dan ini Permendagnya sudah terbit sejak 31 Maret 2020," ujar Oke kepada CNNindonesia.com, Rabu (24/11).

Ia juga menyebut bahwa sosialisasinya sudah dilakukan dan transisi penjualan minyak goreng curah dijelaskan sampai 31 Desember 2020.

Oke juga menjelaskan minyak goreng curah sangat elastis terhadap bahan baku. Artinya, ketika bahan baku utamanya, minyak sawit (crude palm oil/CPO) naik, maka harga minyak goreng juga ikut naik.

Ia menilai hal tersebut berbeda dengan minyak goreng kemasan yang harganya lebih relatif terkontrol karena bisa disimpan dalam waktu yang cukup panjang. Hal ini memudahkan dalam pengendalian harga.

Selain itu, menurut Oke, penjualan minyak goreng curah juga terkait dengan perlindungan konsumen. Dalam hal ini, konsumen berhak atas informasi tentang produk sehingga informasi tentang produk ini bisa didapatkan bila mana produk itu dikemas.

Sementara, penjualan minyak goreng curah tidak mencantumkan informasi tersebut. Padahal, informasi tersebut wajib disampaikan kepada konsumen.

"Karena kita tahu dalam kemasan itu ada masa kadaluarsa, ada ingredients, kandungannya apa, sehingga masyarakat lebih paham terkait produk yang akan dibelinya," ungkapnya.

[Gambas:Video CNN]



(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER