Sementara itu, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyayangkan sikap Ahok yang kerap mengumbar masalah internal perusahaan ke publik. Menurutnya, Ahok sebagai komisaris memang punya fungsi pengawasan, termasuk pada kontrak bisnis yang ternyata benar merugikan BUMN.
Tapi, ia menekankan fungsi pengawasan itu seharusnya dijalankan secara internal. Bila ada ketidaksetujuan, maka seharusnya disampaikan di rapat internal perusahaan, bukan forum publik seperti wawancara di akun Youtube.
"Kelihatannya Pak Ahok masih belum bisa membedakan kapasitas atau fungsi sebagai dewan komisaris atau sebagai politikus. Kalau dewan komisaris tentu ada mekanisme yang harus diikuti," ungkap Toto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Toto, misal, kontrak bisnis yang tak sejalan dengan pendapat Ahok adalah rencana PT Indonesia Battery Corporation (IBC) membeli StreetScooter, pabrik mobil listrik di Jerman.
Lihat Juga : |
"Kalau Pertamina sebagai pemegang saham IBC tidak setuju dengan rencana akuisisi StreetScooter tentu disampaikan saja dalam RUPSLB IBC tentang keberatan tersebut. Tentu akan ada argumentasi dari IBC berdasarkan kajian finansial atau commercial due diligence yang sudah mereka kerjakan atas rencana akuisisi tersebut," terangnya.
Tapi, Ahok justru mengumbar ketidaksetujuannya di ruang publik yang menurut Toto tidak pas dan elegan. Apalagi, hal ini sangat rentan berujung jadi kegaduhan semata.
"Mengumbar masalah internal perusahaan ke publik tanpa check and recheck berpotensi mengundang kegaduhan yang tidak perlu," imbuhnya.
Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga punya mengamini pandangan ini. Menurutnya, melempar masalah ke publik juga belum tentu bisa menyelesaikan masalah tersebut.
"Kalau ada kasus yang parah pun lebih baik dilaporkan ke menteri atau misal Kepolisian kalau berhubungan dengan hukum. Jadi bukan ke publik," kata Tauhid.
Selain dari sisi prosedur, Tauhid juga menilai seharusnya pernyataan-pernyataan Ahok ini didasarkan pada bukti. Misalnya, bila sebuah kontrak dianggap merugikan, apa saja indikator yang menunjukkan kerugian tersebut.