Karyawan Garuda Surati Kapolri soal Status Tersangka Penggelapan Gaji

CNN Indonesia
Jumat, 03 Des 2021 16:33 WIB
Karyawan Garuda Indonesia ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan gaji yang ditransfer perusahaan. Ia pun mengadu ke Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Ampelsa).
Jakarta, CNN Indonesia --

Eka Wirajhana, karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang menjadi tersangka kasus penggelapan gaji perusahaan, menyurati Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Eka, dalam suratnya, meminta perlindungan hukum Kapolri dan peninjauan kembali atas status tersangka yang ditetapkan oleh Polres Bandara Soetta.

Eka mengaku ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bandara Soetta atas tindak lanjut laporan di perusahaan tempatnya bekerja, Garuda Indonesia. Pelaporan itu dilakukan melalui kuasa hukum BUMN maskapai tersebut, yakni Fernando Lumban Gaol.

"Pelapor mendakwa saya melakukan penggelapan dan menjatuhkan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," ungkapnya dalam surat yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (3/12).

Menurut Eka, tudingan penggelapan karena perusahaan melakukan transfer gaji secara gabungan (rapel) periode 2010-2013 yang dilakukan pada Maret 2014 lalu.

Selanjutnya, transfer juga dilakukan pada April 2014. Seluruh transfer menggunakan perhitungan perusahaan, namun Eka tidak menyebutkan nominalnya. Hanya saja, menurutnya, jumlah transfer sejatinya di bawah perhitungannya.

"Enam hari kemudian, pelapor menyatakan telah keliru mentransfer untuk April 2014 dan meminta saya mengembalikannya," jelasnya.

Eka pun mengajak manajemen berdiskusi memecahkan masalah tersebut secara internal. Tetapi, ajakan itu tak digubris sampai beberapa tahun kemudian.

"Di Februari 2020, tiba-tiba pelapor mengirim email agar saya mengembalikan uang atas kejadian 2014. Padahal, kejadian itu belum diselesaikan. Lagipula jumlah hitungan sekarang, sudah jauh melampaui hitungan saya sebelumnya," katanya.

Karena alasan itu, Garuda melaporkan Eka ke Polres Bandara Soetta atas tuduhan penggelapan dan menjatuhkan sanksi PHK. Tuduhan ini sempat Eka bawa ke Dinas Ketenagakerjaan dan pihak dinas menyarankan agar Garuda membuka alasan PHK dan informasi penghitungan gaji secara transparan yang kemudian baru diberikan pada tahun ini.

"Belum lagi selesai persoalan ini, saya kemudian dilaporkan untuk peristiwa yang sama, namun sekarang dengan dugaan pidana transfer dana pada 2014," ucapnya.

Tidak selang berapa lama, Eka menerima kiriman surat penetapan sebagai tersangka dari Polres Bandara Soetta.

"Terus terang saya kaget dan gentar, seyogyanya pihak Polres Bandara Soetta dapat melihat bahwa permasalahan ini lebih dekat kepada hubungan industrial atau perselisihan hak yang telah diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagai ranah perdata daripada ranah pidana," katanya.

Eka bersikukuh bahwa pembayaran gaji dari maskapai nasional itu sejatinya belum sesuai dengan perhitungannya. Sementara pihak perusahaan, menurutnya, sebenarnya juga kekurangan barang bukti, namun status tersangka tetap dijatuhkan kepadanya.

Ia menilai penetapannya sebagai tersangka sangat merugikan. Sebab, ia tidak bisa menyelesaikan kasus perselisihan hubungan industrial.

Selanjutnya, bila ia ditahan selama enam bulan saja, maka perusahaan jadi memiliki hak untuk melakukan PHK kepadanya tanpa perlu menunggu hasil putusan perkara. Akibatnya, ia akan kehilangan pesangon, hak purna bakti kepegawaian, dan gaji hanya akan dibayar maksimal 50 persen.

Oleh karena itu, ia menyurati Kapolri dalam rangka meminta perlindungan. Sebab, ia merasa lemah untuk menghadapi masalah ini sendirian.

"Pada kesempatan ini, saya mohon perlindungan hukum dan perhatian Bapak Kapolri, mohon agar penetapan status tersangka saya ini dapat ditinjau kembali," tutur Eka.

Ia meyakini bahwa masalah ini seharusnya hanya berupa perselisihan hubungan industrial saja. Selain itu, perlindungan juga diminta karena ia mengaku tidak punya dana untuk menghadapi kasus ini.

"Bahkan, untuk datang ke Polres Bandara Soetta pada 1 Desember 2021 pun saya tidak cukup dana untuk biaya perjalanan karena gaji saya sejak Agustus 2021 telah dipotong sepihak oleh pelapor sebanyak 30 persen dengan alasan pandemi," pungkasnya.



(uli/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK