Hendro, Buah Naga dan Cerita Omzet Melesat Berkat Sinar Listrik

Agus Triyono | CNN Indonesia
Rabu, 15 Des 2021 13:59 WIB
Inovasi pertanian dengan menggunakan listrik berhasil meningkatkan produktivitas 3 sampai dengan 4 kali lipat dibandingkan dengan metode biasa. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Riil dan tidak mengada-ada. Begitulah cerita Hendro, petani buah naga asal Desa Sumber Mulya, Pesanggaran Banyuwangi soal besarnya manfaat listrik bagi kegiatan ekonominya.

Maklum, karena listrik, penghasilannya sebagai petani buah naga bisa melejit 3 sampai dengan 4 kali lipat jika dibandingkan sebelumnya.

Kepada CNNIndonesia.com Selasa (14/12) kemarin, lelaki yang sudah menjadi petani buah naga sejak 2009 ini bercerita manfaat besar itu ia dapatkan setelah melakukan inovasi pertanian dengan menggunakan metode electrifying agriculture.

Metode ini mengandalkan sinar lampu LED untuk meningkatkan produktivitas pertanian buah naganya. Penyinaran dilakukan pada periode Februari sampai dengan Oktober atau November.

Pada periode itu buah naga sedang tidak musim. Dengan metode ini, pohon buah naga tetap bias berbuah sepanjang tahun meskipun sedang tidak musim.

"Saat itu, kita akan melakukan penyinaran lampu di pohon buah naga, penyalaan dilakukan tidak full 24 jam, hanya 6 jam saja demi membantu buah naga berbunga dan kemudian berbuah di luar musimnya," katanya.

Tak Sengaja

Ia menambahkan metode electrifying agriculture di tempatnya sebenarnya dimulai tanpa sengaja. Cerita berawal pada 2013 lalu, kala seorang petani buah naga di daerahnya menanam buah naga di depan rumah, berdekatan dengan bola lampu berwarna kuning.

Pada saat tidak musim, pohon buah naga yang berada di bawah lampu tersebut tetap berbuah. Petani yang sadar dengan fenomena itu, mencoba untuk melakukan hal yang sama di pohon buah naga lain.

Percobaan membuahkan hasil; pohon buah naga yang diberi lampu tetap berbuah meskipun sedang tidak musim. Dari situlah, dengan bantuan dan pendampingan dari PLN, metode pertanian ini kemudian dikembangkan.

"PLN cukup mendorong inovasi ini. Dukungan utama datang dari PLN. Kalau tidak dapat support PLN kita enggak bisa jalan," katanya.

Hendro menambahkan saat awal mulai menerapkan metode ini, para petani menghadapi tantangan. Salah satunya dari ketersediaan lampu.

Saat itu, perusahaan belum banyak membuat lampu yang dibutuhkan petani. Karena itulah, harga lampu saat itu bisa mencapai Rp30 ribu per biji.

Jika lampu yang dibutuhkan dalam setiap hektare lahan mencapai 1.625 buah, maka total dana yang dibutuhkan mencapai Rp48,75 juta.

Selain untuk pembelian lampu, petani juga harus mengeluarkan modal untuk memasang instalasi listrik dari PLN.

"Jadi kalkulasinya, untuk total semua dari instalasi lampu, sambungan dari PLN ke kebun per hektare itu bisa tembus Rp130 juta," katanya.

Tapi, besarnya investasi awal itu, kini terbayar. Usahanya dan teman-temannya membuahkan hasil gemilang. Produktivitas pertanian buah naga melonjak tajam.

Berdasar perhitungannya, hasil panen buah naga bisa mencapai 10 ton per hektare. Hasil panen itu bisa memberikan pendapatan kotor sekitar Rp400 juta, bergantung dengan harga buah naga di pasaran.

Kalau dibandingkan saat pertanian buah naga masih dilakukan dengan metode konvensional, hasil itu melonjak 3 sampai dengan 4 kali lipat.

Ia mengatakan lonjakan penghasilan tidak hanya dialaminya saja. Lonjakan juga dialami oleh para petani buah naga lainnya di daerah Banyuwangi selatan tempatnya tinggal.

Data yang dimilikinya, sampai dengan pertengahan 2020 kemarin 290 petani dengan kepemilikan lahan 240 hektare yang merasakan manfaat besar dari penggunaan metode pertanian tersebut.

"Tak hanya itu, lapangan kerja juga semakin terbuka. Saking banyaknya orang kerja di sini, sulit mencari tenaga kerja lagi. Jadi, manfaat listrik ini benar-benar riil bukan khayalan atau mengada-ada," katanya.

Listrik untuk Peternakan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :