Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menegaskan kebijakan pemenuhan kebutuhan batu bara di dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) tidak bisa ditawar dan mutlak bagi seluruh perusahaan batu bara.
"Terkait pasokan batu bara untuk pemenuhan kebutuhan pembangkit listrik PLN dan IPP, sejalan dengan Presiden, mekanisme DMO adalah hal prinsip yang terus harus dipegang oleh perusahaan batu bara, ini tidak bisa ditawar dan mutlak dipatuhi," kata Arsjad dalam keterangan resmi, Selasa (4/1).
Ia bahkan mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menindak tegas perusahaan batu bara yang melanggar aturan DMO tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi yang melanggar harus mendapatkan sanksi yang sesuai, bahkan cabut izin ekspor dan bila perlu izin usahanya," tegasnya.
Arsjad menuturkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan masalah pemenuhan batu bara dalam negeri harus mencari solusi dengan kepala dingin.
"Kementerian ESDM dan BUMN, PLN dan pengusaha perlu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik, agar hal ini tidak menjadi masalah tahunan dan bisa mengetahui betul permasalahan apa yang sebenarnya dihadapi oleh PLN dalam upaya memenuhi kebutuhan batu bara di PLN secara menyeluruh," imbuhnya.
Sebagai mitra pemerintah dan pengusaha, Arsjad mengungkapkan pihaknya siap untuk mendukung kebijakan jangka panjang guna menjaga reputasi bisnis Indonesia di mata dunia. Dengan demikian, ia berharap agar pemerintah dan pelaku usaha bersama-sama untuk mencari solusi terbaik atas masalah yang dihadapi.
"Kadin Indonesia sebagai mitra setara dan strategis pemerintah senantiasa mendukung kebijakan dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah," ucapnya.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM resmi melarang ekspor batu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Larangan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK/03/MEM/B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.
Dalam aturan itu, larangan ekspor batu bara diberlakukan baik bagi pengusaha pertambangan batu bara yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Kebijakan ini diambil pemerintah lantaran PT PLN (Persero) tengah mengalami defisit batu bara yang dikhawatirkan dapat mengancam ketersediaan listrik bagi 10 juta pelanggan.