Sejumlah saham perusahaan batu bara terpantau melanjutkan pelemahan pada perdagangan hari ini, Selasa (4/1). Pada perdagangan hari sebelumnya, mayoritas saham batu bara juga merah.
Misalnya PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang anjlok 1,7 persen pada pukul 14.37 WIB. Harga ADRO jatuh ke level 2.330 dari pembukaannya di 2.370 per saham. Hari ini pelaku asing mencatatkan penjualan Rp154,6 miliar.
Lalu ada PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang melemah 0,41 persen menjadi Rp1.215 per saham. Pada pembukaan, TOBA sempat menguat mencapai level 1.250, namun tak sampai 30 menit berselang, emiten anjlok, bahkan sempat menyentuh level 1.190.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, beberapa saham lainnya terpantau sempat melemah pada sesi I perdagangan, namun berhasil bangkit dan membukukan kinerja positif. Sebut saja PT Bayan Resources Tbk yang sempat anjlok ke level 25.800 dari pembukaan perdagangan di 26.200.
Namun, pada perdagangan kedua emiten berkode BYAN tersebut menguat 0,38 persen menjadi 26.300. Sepanjang hari ini investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp1,57 miliar.
Senada, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga melemah sepanjang perdagangan, emiten sempat turun 1,1 persen saat menyentuh level 2.640. Namun, jelang penutupan perdagangan kinerja PTBA berbalik arah dan mencapai 2.700 atau naik 1,12 persen dari level pembukaan.
Di sisi lain, PT Indika Energy Tbk bangkit dari keterburukannya di hari sebelumnya. Usai melemah 4,53 persen, hari ini INDY melesat 6,1 persen menjadi 1.565 per saham. Hari ini investor mencatatkan beli bersih sebesar Rp4,14 miliar.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai anjloknya berbagai saham yang bergerak di sektor batu bara disebabkan oleh pelarangan ekspor sementara. Pasalnya, kebijakan dikeluarkan secara mendadak tanpa koordinasi dengan dunia usaha sehingga menimbulkan shock di pasar.
Di sisi lain, ia menyebut kebijakan memang harus diambil guna memastikan listrik dalam negeri tetap menyala.
Kebijakan Kementerian ESDM tersebut, lanjut dia, bakal berimbas pada pasar global mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar dunia.
"Global akan terkejut karena Indonesia ekspor 440 juta ton dengan target China, India, Korea, Jepang. Kalau itu yang terjadi, akan terkejut global dan harga global bisa jadi tinggi," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/1).
Sementara, Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christopher Jordan berpendapat anjloknya saham dikarenakan harga jual batu bara yang selama 5 hari terakhir turun sekitar 5 persen.
"Saya belum baca detail isi aturan tapi saya meyakini penurunan lebih karena harga acuannya turun saja dan cukup signifikan," jelasnya..
Sebelumnya, Kementerian ESDM memutuskan melarang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ekspor batu bara mulai 1 Januari 2022-31 Januari 2022.
Larangan diberlakukan menyusul defisit batu bara lantaran pengusaha tak mematuhi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO). Padahal, PLN harus harus mengamankan pasokan batu bara agar tidak terjadi pemadaman listrik.
"Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin seperti dikutip dari website Kementerian ESDM, Sabtu (1/1).