ANALISIS

Hati-Hati, Harga Barang Mahal Picu Lonjakan Inflasi dan PHK

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Rabu, 05 Jan 2022 07:02 WIB
Ekonom mengingatkan kenaikan sejumlah harga barang mulai dari pangan hingga elpiji dapat memicu inflasi dan PHK.
Ekonom mengingatkan kenaikan sejumlah harga barang mulai dari pangan hingga elpiji dapat memicu inflasi dan PHK. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Maklum, ekonomi RI masih sangat bergantung dengan konsumsi rumah tangga. Hal ini berpotensi membuat ekonomi domestik kembali melambat pada awal 2022.

Bukan cuma soal ekonomi. Inflasi juga bisa berdampak pada penerimaan pajak.

Bhima mengatakan inflasi akan membuat industri terjepit. Jika tetap menaikkan harga, maka penjualan berpotensi turun karena konsumen mengurangi belanja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika penjualan turun, maka pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) yang disetor ke negara ikut berkurang karena volume transaksi turun.

"Industri manufaktur sumbang 30 persen dari total penerimaan pajak, kalau industri manufaktur kena, maka mau tak mau berpengaruh ke setoran pajak," jelas Bhima.

Picu PHK

Sementara, jika perusahaan menahan harga tak jauh dari biaya produksi, maka potensi keuntungan yang diraih juga tipis. Hal itu akan mempengaruhi arus kas perusahaan.

Ujung-ujungnya, perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan demi menghemat biaya operasional.

"Kalau tidak untung, nanti efisiensi, ujung-ujungnya pemutusan hubungan kerja (PHK)," ucap Bhima.

Ketika jumlah PHK meningkat, jumlah orang miskin otomatis akan meningkat. Efeknya, proyeksi ekonomi bisa-bisa kembali direvisi oleh pemerintah dan proses pemilihan ekonomi domestik 'ambyar'.

"PHK efeknya ke mana-mana, terjadi gejolak sosial, revisi proyeksi ekonomi, angka kemiskinan naik," imbuh Bhima.

Di sisi lain, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat dampak kenaikan inflasi terhadap PHK memang ada. Namun, sifatnya jangka panjang.

Efek lonjakan inflasi yang paling cepat terasa, kata Nailul, adalah pelemahan daya beli masyarakat. Bila daya beli turun, tingkat konsumsi masyarakat akan mengikuti.

"Daya beli masyarakat yang menurun akan menyebabkan konsumsi masyarakat menurun. Akibatnya perekonomian akan melemah dan perusahaan akan malas untuk menambah produksi," tutur Nailul.

Meski begitu, ia berharap harga bahan pangan kembali normal pada Februari 2022 mendatang. Hal itu akan membantu inflasi tetap stabil pada kuartal I 2022.

"Mudah-mudahan Februari harga-harga normal, biasanya sih normal untuk telur, tapi minyak goreng bisa jadi tetap karena harga minyak sawit mentah juga masih tinggi," kata Nailul.

Namun, kenaikan harga minyak, elpiji, dan rokok tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, kenaikan harga mengikuti perkembangan pasar dan untuk rokok karena penetapan tarif baru CHT tahun ini.

Untuk itu, Nailul tak menampik ada potensi penurunan konsumsi pada kuartal I 2021. Hal itu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi pada periode Januari-Maret 2022.

"Kuartal I 2022 tetap positif namun jika harga tetap tinggi bisa melambat hingga 3 persen-3,5 persen. (Kalau harga normal) proyeksi pertumbuhan ekonomi 4 persen-4,3 persen," jelas Nailul.

Untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga berbagai barang tahun ini, Nailul mengingatkan pemerintah untuk memastikan penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran.

"Bansos dan sebagainya selama pandemi masih diperlukan," ucap Nailul.

Selain itu, pemerintah juga harus menjaga aktivitas produksi di industri tetap normal. Dengan demikian, tak ada PHK dan daya beli bisa lebih terjaga.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER