Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.294 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Kamis (13/1) sore. Mata uang Garuda ini menguat 29 poin atau 0,20 persen dari sebelumnya, yakni Rp14.323 per dolar AS.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di level Rp14.311 per dolar AS sore ini. Angkanya melemah dari posisi kemarin yang sebesar Rp14.302 per dolar AS.
Lalu, mata uang di Asia terpantau kompak menguat. Terpantau yen Jepang naik 0,22 persen, dolar Hong Kong naik 0,01 persen, dolar Singapura naik 0,10 persen, won Korea Selatan naik 0,22 persen, peso Filipina yang naik 0,28 persen, rupee India naik 0,08 persen, ringgit Malaysia naik 0,27 persen, dan baht Thailand naik 0,17 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya yuan China yang melemah pada penutupan sore ini yakni minus 0,02 persen
Di sisi lain, mata uang di negara maju menguat di hadapan dolar AS. Terpantau franc Swiss menguat 0,27 persen, dolar Kanada menguat 0,32 persen, dolar Australia menguat 0,37 persen, poundsterling Inggris menguat 0,31 persen, dan euro Eropa menguat 0,31 persen.
Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan penguatan rupiah didorong oleh sejumlah sentimen positif yang datang dalam negeri seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid Kedua.
"Kalau dalam negeri masih berhubungan dengan tax amnesty tahap dua di mana hingga 10 Januari 2022 sudah mencapai Rp1,39 triliun. Artinya bahwa pengusaha antusias mengikuti program ini dan membuat pelaku pasar optimis pendapatan negara dari pajak akan capai target," kata Ibrahim kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/1).
Selain itu, data konsumsi masyarakat dari survei Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan konsumsi.
"Adanya peningkatan konsumsi namun inflasi stabil, walaupun harga cabai, bawang, minyak goreng naik rupanya gak berpengaruh negatif ke pasar, sehingga berpengaruh positif ke rupiah," ujarnya.
Ibrahim juga menilai pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait omicron justru memberikan sentimen positif terhadap rupiah. Pasalnya, pernyataan Budi yang mewanti-wanti adanya lonjakan kasus omicron pada Februari menjadi alarm persiapan bagi pasar agar tidak terjadi goncangan di kemudian hari.
"Setelah diamati, Menkes memberikan informasi positif bahwa kejadian untuk pandemi omicron masih jauh, artinya seperti mau tsunami ada (peringatan) hati-hati, itu paling bagus, secara psikis terjadi goncangan sementara, namun ini justru yang membuat rupiah menguat," jelasnya.
Ia pun menjelaskan selain sentimen negatif masih datang dari kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserves yang akan menaikkan suku bunga. Namun, sentimen positif dalam negeri dinilai masih mendominasi dibandingkan sentimen luar negeri, sehingga membawa penguatan bagi rupiah.