Ekonom Faisal Basri menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah diberikan penawaran oleh seseorang yang berjanji membawa investor asing untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru senilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.430 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS).
Tak ayal, pemerintah sempat yakin untuk membangun ibu kota baru tanpa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Pak Jokowi antusias untuk membangun ibu kota baru dan yakin tidak menggunakan dana APBN, karena ada yang membisiki, ada yang membawa investor dari luar negeri berjanji mampu untuk menyediakan dana US$100 miliar untuk membangun ibu kota baru," kata Faisal dalam Public Expose RUU IKN oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Selasa (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Ia mengaku memperoleh informasi tersebut dari salah seorang wakil menteri yang tidak ingin disebutkan namanya.
"Nah, saya ingin sampaikan yang cerita ini siapa, saya tidak tahu kalau tidak diceritakan oleh seorang wakil menteri, saya enggak usah sebutkan namanya ya," ucapnya.
Faisal mengklaim wakil menteri tersebut telah mewanti-wanti Presiden Jokowi untuk tidak terbuai dengan investasi tersebut. Pasalnya, investasi tersebut dinilai berkedok bisnis dan akan membebankan negara.
"Wakil Menteri tersebut mengingatkan Pak Jokowi hati-hati Pak dengan skema pembangunan yang ditawarkan oleh investor tadi, karena ini bisnis membangun ibu kota sebagai lahan bisnis, harus dilihat terms and conditions nya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan apabila investasi tersebut direalisasikan maka pemerintah harus mampu menghadirkan 5 juta penduduk di ibu kota baru.
"Pemerintah wajib menghadirkan dalam waktu 10 tahun itu 5 juta penduduk di ibu kota baru, dengan 5 juta penduduk ini keluar lah peluang bisnis penyediaan perumahan, penyediaan perkantoran, rekreasi, sistem transportasi, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, dan itu luar biasa nilainya ya jauh di atas US$100 miliar," ungkapnya.
Namun demikian, Presiden Jokowi akhirnya tidak menggunakan opsi tersebut sebagai sumber pendanaan pembangunan investasi setelah diingatkan oleh wakil menteri yang dimaksud Faisal Basri.
"Setelah diingatkan oleh Wakil Menteri ini baru lah Pak Jokowi tidak andalkan model bisnis seperti itu. Oleh karena itu lah, keluarlah alternatifnya dengan APBN," ujarnya.
Redaksi berupaya untuk menghubungi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin, dan Juru Bicara Kementerian Investasi Tina Talisa untuk mengonfirmasi kabar ini. Namun, pihak terkait belum merespons hal tersebut.