Non Fungible Token (NFT) mungkin sudah tak lagi terdengar asing bagi masyarakat. Pasalnya, aset digital tersebut kini jadi bahan perbincangan banyak warganet setelah nama Ghozali Everyday mendadak menjadi miliarder dari aset digital tersebut.
Siapa sangka, mahasiswa di Universitas Dian Nuswantoro itu, kini mampu meraup keuntungan dari penjualan swafoto miliknya dalam bentuk NFT hingga miliaran.
Tak ayal, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengucapkan 'selamat' kepada Ghozali melalui media sosial Twitter. Namun, DJP juga mengingatkan agar Ghozali membayar kewajiban pajaknya dari hasil penjualan NFT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Tren ini sontak membuat banyak orang juga mencoba peruntungan dengan menjual NFT di marketplace seperti Opensea. Ada yang mengunggah foto makanan, swafoto seperti Ghozali, hingga foto kartu identitas yang sempat jadi sorotan.
Sebagian orang menilai NFT dapat dijadikan alat investasi baru karena dapat memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Namun, tahukah Anda apakah benar NFT tergolong instrumen investasi yang bisa digunakan oleh semua orang? Apakah NFT likuid seperti kripto?
Bagaimana dengan risiko yang selalu 'membayangi' setiap jenis instrumen investasi? Apakah NFT memiliki risiko tersebut? Berikut penjelasannya.
Pada dasarnya, NFT memiliki dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi NFT bisa menjadi alat investasi, namun di sisi lain bisa saja tidak sama sekali.
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno mengatakan terlalu dini untuk menyatakan apakah NFT merupakan instrumen investasi atau bukan. Namun, ia memberikan perumpamaan sederhana dimana NFT memiliki kemiripan dengan barang koleksi namun dalam versi digital.
"NFT bisa disamakan dengan barang koleksi atau memorabilia, tapi NFT memiliki identifikasi unik terhadap kepemilikan hasil karya seni tersebut. Pernyataan keunikan barang itu dilakukan berdasarkan teknologi Non Fungible Token (NFT)," kata Mike kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/1).
Mike juga tidak menampik bahwa NFT bukan instrumen mudah dicairkan (likuid) dalam bentuk tunai. Hal ini dikarenakan permintaan pasar NFT tidak sebesar permintaan produk lain seperti kripto.
" NFT ini mirip dengan barang koleksi, dimana peminatnya tidak banyak, jadi barangnya tidak likuid. Jadi dapat disimpulkan bahwa peminatnya sedikit, harganya mahal, maka instrumen ini tidak selikuid kripto atau reksadana," ujarnya.
Sebagai perbandingan, kripto dan mata uang pada umumnya memang lebih likuid, sebab mata uang diperdagangkan secara aktif dan memiliki pasar yang begitu luas.
"Karakter mata uang biasa dengan digital, berbeda dengan NFT. Makanya kripto bisa dipertukarkan dengan rupiah dan dolar AS, kalau NFT itu justru diperjualbelikan dengan dolar AS atau rupiah. Sehingga frekuensinya jauh lebih sering (kripto atau mata uang) dibandingkan NFT," ujarnya.
Namun demikian, harga NFT bisa saja lebih tinggi dibandingkan mata uang. Hal ini disebabkan oleh karakteristik NFT bisa saja tidak dimiliki mata uang dan kripto seperti keunikan, kelangkaan, dan terkadang memiliki nilai historis yang berharga.
"NFT valuasinya bisa tinggi salah satunya adalah karena kelangkaan dari karakter, desain, reputasi penciptanya, barangkali nilai aset NFT ini ada nilai historikal yang bersejarah, sehingga kelangkaan menjadikan valuasinya mahal sekali," ucapnya.
Lihat Juga : |
Apabila dikategorikan sebagai produk investasi, menurut Mike, NFT memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi. "Karena dasar pembentuk harganya adalah emosional, soal suka atau enggak. NFT memiliki karakter seperti barang koleksi, valuasinya mirip seperti kolektor menilai barang memorabilia, nilainya hanya bisa dihargai oleh kolektor juga," ucapnya.
Berbeda, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan NFT tidak tergolong sebagai produk investasi karena produk digital tersebut diperjualbelikan dengan mata uang kripto.
"Memang betul NFT tidak bisa dikategorikan sebagai investasi karena itu adalah item digital yang bisa diperjualbelikan dengan mata uang kripto dalam teknologi blockchain. Jadi tidak seperti benda atau aset lain yang diperjualbelikan dengan nilai yang sepadan," katanya.
Tak hanya itu, Ibrahim menilai produk NFT memiliki nilai pasar yang tinggi atau rendah tanpa melihat latar belakang pengunggahnya.
"Jadi pembeli tidak melihat siapa yang menjual produk NFT itu, mau pejabat atau presiden atau petani atau mahasiswa, yang dilihat adalah proses sehingga laku di pasaran. Contoh Ghozali posting fotonya itu selama 5 tahun konsisten, prosesnya panjang jadi wajar harganya mahal juga," ucapnya.
Senada dengan Mike, Ibrahim mengatakan NFT tidak likuid seperti kripto atau jenis investasi lainnya. Itu dikarenakan NFT memiliki masa waktu tertentu untuk diperdagangkan.
"Karena teknologi canggih, kemudian orang beralih untuk jual beli produk NFT yang sifatnya sesaat. Bukan seperti investasi yang mengambil barang di harga terendah dan tunggu sampai harganya untung, NFT tidak seperti itu," pungkasnya.