Associate Researcher CIPS Krisna Gupta mengatakan implementasi neraca komoditas masih sangat menantang di Indonesia. Pengumpulan data menjadi persoalan utama dalam mengimplementasikan hal tersebut.
"Mengumpulkan data konsumsi dan produksi di tingkat perusahaan, konsumen, produk, industri, dan nasional adalah tugas yang luas dan rumit, seperti halnya estimasi dan pemetaan dampak data ini pada rantai nilai industri dan jaringan produksi global," ucap Krisna dalam The Policy Roundtable: Unpacking The Neraca Perdagangan, Kamis (27/1).
Ia menjelaskan beberapa data yang dibutuhkan adalah jumlah produksi perusahaan dan konsumsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, Krisna mengatakan pemerintah masih mengabaikan kualitas hingga pelayanan ekspor dan impor saat ini. Selain itu, regulasi terkait ekspor dan impor juga terbilang tak ramah bagi pengusaha.
"Terlalu banyak peraturan mengurangi insentif bagi perusahaan untuk berdagang dan berinvestasi," kata dia.
Neraca komoditas bisa diartikan sebagai rangkaian basis data nasional yang terintegrasi dengan penawaran dan permintaan barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia.
Nantinya, basis data ini akan digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan produksi di dalam negeri. Dengan demikian, pemerintah dapat menerbitkan izin ekspor dan impor sesuai kebutuhan masyarakat.
Sebagai informasi, neraca komoditas merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 5 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
(mrh/aud)