Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan buruh akan melancarkan demo di berbagai daerah menolak program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) besok, Selasa (22/2). Demo akan dilancarkan lusa atau Rabu (23/2) nanti.
"Di beberapa daerah dan masing-masing provinsi akan mulai demo 23 februari seperti Semarang, Bekasi, Bandung, Jawa Timur, Medan, hingga Aceh," kata Mirah kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/2).
Namun demikian, ia mengaku belum ada rencana aksi demonstrasi di Jakarta. Pasalnya, dia dan beberapa federasi buruh lain masih memberi waktu kepada Kemnaker untuk mempertimbangkan kebijakannya hingga dua minggu ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau demo masih belum ada, tapi kita sudah memberikan waktu dua minggu, mungkin awal-awal Maret," ujarnya.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pihaknya akan mengadakan demonstrasi pada awal Maret mendatang. Ini dikarenakan konfederasi buruh masih menunggu kebijakan Kemnaker terkait nasib Jaminan Hari Tua (JHT).
"Buruh akan demo minggu depan. Untuk tanggal masih ditentukan karena kita memberikan waktu ke Menaker dua minggu dari minggu lalu. Jadi awal-awal Maret," ucapnya.
Ia pun mengaku konfederasi buruh tidak pernah membahas JKP dengan Kemnaker, sebab jaminan yang dikabarkan akan menggantikan JHT tersebut tidak memiliki dasar yang jelas.
"Pertama, JKP itu kan produk omnibus law (Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja). Padahal, sudah dikatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa aturan tersebut inkonstitusional bersyarat dan cacat formil," imbuh dia.
Selain itu, dana JKP yang disalurkan kepada pekerja dinilai kecil dan tidak sebanding dengan JHT. "Tiga bulan pertama dapat 45 persen dari upah, 3 bulan kedua dapatnya 25 persen dari upah, dibandingkan JHT yang dikasihnya langsung, itu jauh lebih besar JHT," katanya.
Terakhir, JKP yang memiliki aturan rekomposisi atau subsidi silang dinilai tidak masuk akal dan tidak pernah dilakukan oleh negara manapun.
"Masa iuran saya mati nanti tiba-tiba 'dipakai' untuk JKP atau pesangon orang yang dipecat yang saya enggak kenal dia siapa, kan enggak masuk akal," tandasnya.