Ekonom Ragu Sanksi Ekonomi Kendurkan Langkah Rusia Invasi Ukraina
Ekonom Indef Rusli Abdullah ragu berbagai sanksi ekonomi yang ramai-ramai dijatuhkan oleh negara blok barat yang tergabung dalam NATO bisa menekan dan membuat Rusia jera dalam menghentikan invasi mereka ke Ukraina.
Pasalnya, kebanyakan sanksi yang dikeluarkan sejauh ini masih terbatas menyerang individu atau sektor usaha tertentu dan belum melumpuhkan ekonomi Rusia. Misalnya saja, kebijakan AS yang baru membatasi gerak sebagian industri energi, perbankan, dan orang kaya Rusia lain yang berpengaruh.
"Saya kira itu tidak akan terlalu berpengaruh, kecuali semua sistem finansial Rusia dipotong dari dunia luar baru terasa banget ke Rusia," katanya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (26/2).
Lihat Juga : |
Rusli menyebut salah satu contoh sanksi yang bakal ampuh membuat Putin berpikir dua kali melanjutkan agresi militer ke Ukraina adalah dengan memutus akses Rusia ke sistem keuangan global. Hal tersebut bisa dilakukan jika Rusia 'ditendang' dari kelompok Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Sebagai informasi, SWIFT adalah jaringan yang digunakan oleh bank untuk mengirim pesan aman tentang transfer uang dan transaksi lainnya.
Saat ini lebih dari 11 ribu lembaga keuangan di hampir 200 negara menggunakan SWIFT. Hal itu menjadikannya tulang punggung sistem transfer keuangan internasional.
Rusli menilai ekonomi Rusia bakal terdampak signifikan jika sanksi pemutusan akses tersebut diimplementasikan.
Sejauh ini, wacana mengeluarkan Rusia dari SWIFT masih dalam diskusi internal NATO. Menurut Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Mair, pemutusan Rusia dari jaringan SWIFT akan menjadi pilihan terakhir.
Selain SWIFT, ia mengatakan hukuman berat yang fatal bagi ekonomi Rusia adalah larangan dagang, baik itu ekspor atau impor seluruh anggota NATO dengan Rusia.
Tapi, Rusli mengaku tak yakin Uni Eropa dan AS bakal berani menjatuhkan sanksi terberat untuk Rusia karena sebetulnya mereka bergantung dengan minyak dan gas Rusia. Ia menyebut di NATO negara yang paling bergantung pada migas Rusia adalah Jerman.
"Semua negara-negara UE enggak boleh berdagang dengan Rusia, tapi enggak mungkin, wong Uni Eropa bergantung dengan Rusia," ujarnya.
Hal serupa juga ia lihat terjadi dengan negara-negara di luar NATO yang lebih banyak bungkam atau menjatuhkan sanksi setengah-setengah terhadap Rusia.
Saat ini ia melihat kekuatan yang bisa menekan Putin melakukan gencatan senjata adalah pebisnis dari dalam negeri yang gusar karena bisnisnya terganggu akibat invasi ke Ukraina.
Diketahui, invasi Rusia ke Ukraina menuai rentetan sanksi sejalan dengan kebijakan pemimpin dunia menekan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Awalnya, sanksi hanya dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan sebagian negara Uni Eropa saja. Tapi memanasnya serangan Rusia menuju Kyiv membuat makin banyak negara ikut menjatuhkan sanksi bagi Moscow.
Presiden AS Joe Biden merupakan kelapa negara pertama yang mengumumkan sanksi, hanya beberapa jam usai Putin mendeklarasikan operasi militer ke Ukraina.
Sanksi tahap pertama membidik empat bank Rusia, memotong lebih dari setengah impor teknologi Rusia dan menargetkan beberapa oligarki negara itu.
AS juga melarang raksasa energi Gazprom dan 12 perusahaan besar lainnya untuk mengambil utang atau menambah modal lewat pasar keuangan barat.
Ekspor teknologi pertahanan dan aeronautika ke Rusia juga dibatasi dan 24 individu dan organisasi Belarusia yang dituduh mendukung dan membantu invasi Kremlin ke Ukraina akan menghadapi hukuman.
(wel/agt)