Limbah plastik dianggap menjadi salah satu ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di abad ke-21. Selain mengotori lingkungan, limbah plastik juga telah mencemari lautan.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mencatat, 11 juta metrik ton limbah plastik dibuang ke lautan setiap tahun. Jumlah ini naik tiga kali lipat hanya dalam dua dekade terakhir.
Krisis lingkungan karena limbah plastik memaksa para pemimpin negara mengeluarkan kebijakan mereduksi aktivitas bisnis yang terkait erat dengan produksi plastik. Sejumlah pemerhati lingkungan dunia menyebut, perlu pendekatan bisnis yang komprehensif untuk menangkal gelombang pasang sampah plastik di laut ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai episentrum produksi plastik, Asia Tenggara tak luput dari sorotan. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pada 2015 sejumlah besar sampah plastik yang bocor ke lautan di seluruh dunia berasal dari Asia Tenggara. Riset World Wildlife Fund pun mengungkap dampak ekonomi dari polusi plastik pada industri Asia Tenggara bisa mencapai US$1,3 miliar per tahun.
Atas dasar itu, sebuah forum lingkungan yang diadakan Asian Development Bank (ADB) baru-baru ini membahas peran penting ekonomi sirkular sebagai solusi cermat menekan laju limbah plastik di laut.
Pembahasan tersebut tertuju pada aktivitas yang antara lain digagas Koinpack, sebuah sistem berbasis teknologi yang berpusat di Indonesia. Teknologi yang digagas Koinpack memungkinkan pengemasan dilakukan berkali-kali, sehingga menekan penggunaan plastik berujung jadi limbah.
Koinpack hadir dalam bentuk botol yang bisa digunakan kembali untuk mengisi, misalnya shampo, sabun atau kebutuhan harian lainnya yang tersedia di warung mitra atau toko swalayan setempat. Kampanye ini belakangan marak untuk menggantikan saset, kemasan yang umum digunakan masyarakat berpenghasilan rendah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Kami tumbuh 7 kali lipat pada tahun 2021 hanya di wilayah Jabodetabek," kata Bintang Enkananda, direktur dan salah satu pendiri Koinpack.
"Dalam 5 tahun ke depan, kami bertekad untuk mengurangi 700 juta saset, menjangkau lebih dari 25.000 pelanggan dan 5.000 pengusaha mikro," tegasnya.
Animo publik terhadap Koinpack di Indonesia juga disambut positif di Singapura dengan kampanye BarePack. BarePack memiliki lebih dari 150 mitra yang berpartisipasi untuk layanan pesanan antar, termasuk GrabFood, Deliveroo, dan Foodpanda.
Selain itu, ADB dalam memberikan dukungan untuk menangani limbah plastic dengan berinvestasi di Indorama Ventures Public Company Limited (IVL). Investasi ADB dimanfaatkan oleh IVL untuk meningkatkan kapasitas pabrik daur ulang plastik polietilen tereftalat (PET) di Indonesia dan tiga negara ASEAN lain, serta mencapai komitmen perusahaan untuk mendaur ulang minimal 750.000 metrik ton botol kepada konsumen di 2025.
Melalui dukungan tersebut, ADB turut mendorong sektor publik untuk merancang kebijakan yang berfokus pada menggunakan bahan sekali pakai atau tidak dapat didaur ulang. Sektor publik perlu merancang insentif yang tepat untuk mendorong inovasi ekonomi sirkular dan berinvestasi dalam infrastruktur untuk produk kemasan yang dapat 'dikomposkan'.
ADB mencontohkan Thailand, yang telah melarang kantong plastik sekali pakai. Pemerintah Thailand juga mendorong promosi inovasi ramah lingkungan dalam kemasan, serta menawarkan insentif bagi perusahaan-perusahaan untuk menerapkan ekosistem pemanfaatan kemasan plastik daur ulang.
"Perlunya pendidikan serta solusi teknologi untuk membangun ekosistem daur ulang yang berfungsi dengan baik. Teknologi tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daur ulang berkualitas tinggi, tetapi juga dapat menciptakan kondisi kerja yang aman bagi pendaur ulang informal," demikian rekomendasi ADB dalam laman resminya.
Pada akhirnya, menata kembali laut untuk menjadi lebih biru perlu dukungan semua pihak, tidak terlepas dari dukungan finansial. Memobilisasi berbagai sumber pendanaan, termasuk dari modal swasta, merupakan kunci untuk memenuhi kebutuhan perbaikan iklim dan laut di Asia Tenggara.
Ekonomi sirkular akan menjadi salah satu topik dalam Southeast Asian Development Symposium 2022 (#SEADS2022), pada 16-17 Maret 2022.. Di acara yang terbuka untuk umum ini, ADB mengajak para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk mencari solusi bagi upaya pemulihan yang berkelanjutan di Asia Tenggara.
(osc)