Asian Development Bank (ADB) menyatakan komitmen dukungan pendanaan bagi Indonesia untuk pengembangan perekonomian yang berbasis energi hijau. Secara total, ADB berkomitmen mengalokasikan dana US$80 miliar untuk pendanaan iklim secara kumulatif pada 2019-2030 bagi semua negara.
"ADB akan mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon dengan pendanaan untuk pembangkit energi bersih," ujar Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam acara International Climate Change Conference, Kamis (22/7).
Ia menuturkan ADB bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam beberapa program. Meliputi, dukungan pada pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) sejalan dengan penghentian pembangkit listrik batu bara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, ADB mendukung PT PLN (Persero) untuk menerbitkan obligasi berkelanjutan. Lalu, ADB juga akan mendukung rencana pemerintah mengenakan pajak karbon yang tengah dibahas dalam RUU tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Kami juga telah menyediakan pembiayaan untuk proyek panas bumi dan surya," imbuhnya.
Ia menuturkan keterbatasan fiskal negara berkembang akibat pandemi covid-19 menjadi tantangan dalam pengembangan ekonomi berbasis hijau. Karenanya, ADB bekerja sama dengan swasta untuk mengembangkan pendanaan iklim tersebut.
"ADB tetap berkomitmen untuk mendukung negara-negara berkembang anggota kami, serta upaya mereka untuk mencapai transisi yang adil dan terjangkau," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan Indonesia mengalokasikan dana sebesar 4,1 persen dari APBN untuk perubahan iklim dalam lima tahun terakhir. Namun, angka itu baru mencukupi sepertiga anggaran perubahan iklim yang dibutuhkan Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca pada 2030 mendatang.
"Jadi penting untuk tidak hanya meningkatkan pendanaan, tetapi juga melibatkan kemitraan dengan sektor swasta dan sektor lain untuk menghasilkan sumber daya yang kuat," katanya.
Ia menuturkan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan pendanaan sendiri. Sedangkan, dengan bantuan pendanaan lembaga internasional targetnya naik menjadi 41 persen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan estimasi kebutuhan pendanaan perubahan iklim untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDCs) mengacu pada Second Biennial Update Reports (BUR 2), yakni sebesar US$247,2 miliar, atau setara Rp3.461 triliun hingga 2030.
"Ini artinya setiap tahun, harus paling tidak ada resources sebesar Rp266,2 triliun. Angka yang luar biasa besar bahkan lebih besar dari program pemulihan ekonomi nasional kita yang untuk kesehatan saja Rp172 triliun," kata beberapa waktu lalu.