Sejumlah saham emiten batu bara merosot ke zona merah pada penutupan perdagangan Selasa (8/3). Sebelumnya saham-saham tersebut melesat dalam beberapa hari terakhir.
Melansir RTI Infokom, PT Adaro Energy Indonesia tbk atau ADRO melemah 3,70 persen ke level 3.120.
Kemudian, PT Bukit Asam Tbk atau PTBA melemah 3,87 persen ke level 3.480. PT Bumi Resources Tbk atau BUMI juga melemah 6,67 persen ke posisi 56.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya PT Harum Energy Tbk atau HRUM melemah 6,91 persen ke posisi 12.800. PT Mitrabara Adiperdana Tbk atau MBAP juga melemah 4,87 persen ke posisi 3.910.
Berikutnya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk atau ADMR melemah 6,80 persen ke posisi 1.575. PT ABM Investama Tbk atau ABMM melemah 6,99 persen ke posisi 1.730.
PT United Tractors Tbk atau UNTR melemah 6,03 persen ke posisi 25.700. PT Perdana Karya Perkasa Tbk atau PKPK melemah 4,08 persen ke posisi 188. PT Indo Tambangraya Megah Tbk atau ITMG melemah 5,90 persen ke posisi 28.300.
Di sisi lain, PT Bayan Resources Tbk atau BYAN naik 1,28 persen ke level 43.500.
Sebelumnya saham-saham emiten batu bara perkasa akibat harga emas hitam yang juga meroket akibat konflik Rusia-Ukraina.
Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan kenaikan harga batu bara di pasar internasional hingga tembus US$400 atau Rp5,76 juta (kurs Rp14.409 per dolar AS) per metric ton disebabkan gangguan aliran pasokan batu bara dari Rusia yang merupakan pemasok besar di dunia.
"Karena Rusia itu penghasil batu bara yang besar dan dia memasok kebutuhan batu bara untuk Eropa. Makanya karena perang ini kan Rusia kena sanksi ekonomi sehingga tidak bisa mengekspor, maka kelangkaan pasokan di Eropa tadi. Sehingga harganya jadi naik," kata Fahmy kepada CNNIndonesia.com Senin (7/3) lalu.
Ia menjelaskan harga batu bara memang sudah naik dari tahun lalu akibat meningkatnya krisis energi di pembangkit listrik di China dan India. Namun, sekarang peningkatan permintaan batu bara di pasar internasional dipicu oleh kenaikan harga komoditas lain, khususnya harga gas yang membuat negara-negara Eropa serta Jepang dan Korea beralih ke batu bara yang lebih murah.
"Pembangkit di Eropa dan di beberapa negara seperti Jepang dan Korea itu sebenarnya sebagian besar itu menggunakan gas. Tapi karena harga gas mahal, kemudian mereka beralih kembali menggunakan batu bara. Sehingga peningkatan permintaan sedangkan pasokannya tersumbat di Rusia tadi," jelasnya.