Ekonomi memperkirakan kenaikan harga Pertamax dari Rp9.000 menjadi Rp12.500 membuka potensi beralihnya pengguna BBM jenis itu ke Pertalite. Ekonom dan Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan potensi peralihan terjadi karena selisih harga Pertamax dan Pertalite mencapai Rp5.000 per liter.
Selisih itu akan membuat masyarakat yang terbebani dengan kenaikan akan beralih menggunakan Pertalite. Kalau perkiraan itu benar, keuangan Pertamina dan negara bisa tertekan.
"Jadi mau Pertamax dinaikkan, beban akan pindah ke Pertalite. Logikanya Pertalite disubsidi tapi kuotanya bisa melebar dan pada ujungnya Pertamina tetap perlu mengeluarkan dana internal karena menunggu eksekusi belanja subsidi pemerintah tentu butuh waktu, piutang subsidinya bisa naik," kata Bhima kepada CNN Indonesia, Jumat (1/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, saat harga minyak dunia sempat anjlok pada 2020 lalu, Pertamina memang tidak menurunkan harga BBM non subsidi. Momentum itu digunakan Pertamina untuk memupuk laba dan mungkin dana cadangan untuk antisipasi kenaikan harga minyak mentah seperti saat ini.
Tapi, itu tidak cukup untuk menahan tekanan keuangan jika peralihan pengguna Pertamax ke Pertalite terjadi.
"Artinya, kenaikan harga Pertamax tidak terlalu bantu keuangan pertamina , karena tantangan sekarang bagaimana alokasi subsidi pertalite cukup mengantisipasi migrasi konsumen," ujarnya.
Berbeda dengan Bhima, Direktur eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal justru meyakini meski ada peralihan pengguna Pertamax ke Pertalite, itu tidak akan menambah beban keuangan negara.
Ini karena, pemerintah melalui APBN akan mendapatkan keuntungan tambahan dari kenaikan harga komoditas yang belakangan ini terjadi.
"Enggak, karena sebetulnya ketika harga minyak dan harga komoditas naik, pemerintah itu APBN dapat keuntungan tambahan dari penerimaan pajak dan juga PNBP dari harga komoditas, minyak, gas alam, CPO dan lainnya," kata Faisal.
Dengan berkah itu, dia menilai pemasukan tambahan yang didapat pemerintah dari kenaikan harga itu bisa dimanfaatkan untuk menambah subsidi Pertalite.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah untuk mengatasi shifting tersebut dengan menyiapkan subsidi untuk tambahan supply Pertalite. Selain itu, Pertamina juga harus menambah pasokan Pertalite sebagai antisipasi dari tingginya permintaan.
"Dan kalau dikatakan boncos ya enggak karena itu tadi, di sisi penerimaan, pemerintah dapat dari kenaikan harga komoditas, pajaknya termasuk pajak perdagangan luar negeri, lalu PNBP royalti, bagi hasil itu pasti nambah. Jadi sebetulnya bisa dialihkan ke subsidi," imbuhnya.
(dzu/agt)