Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengatakan pemerintah tak perlu memaksakan diri menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membangun ibu kota baru (IKN).
Menurut Akhmad, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN menyatakan bahwa pembangunan IKN dilakukan secara bertahap sampai 2045. Dengan demikian, pemerintah masih punya waktu puluhan tahun untuk membangun ibu kota baru.
"Di tengah kondisi sekarang, pemerintah tidak perlu memaksakan diri menggunakan banyak APBN untuk membangun ibu kota baru," kata Akhmad dalam CORE Media Discussion bertajuk Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai defisit APBN 2022 berpotensi lebih dari 3 persen. Dengan kata lain, belanja akan lebih besar ketimbang potensi pendapatan negara.
"Secara logika, APBN saat ini (2020-2022) yang bisa defisit lebih dari 3 persen ini demi masyarakat. Nah bangun IKN ini bukan darurat," kata Akhmad.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah tidak menghambur-hamburkan anggaran untuk pemindahan ibu kota.
"Misalnya, sama-sama Rp1 triliun, efeknya akan berbeda jika digunakan untuk membangun IKN dibandingkan memberikan subsidi energi. Kalau untuk subsidi imbas ekonominya akan langsung terasa," ujar Akhmad.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengalokasikan anggaran Rp27 triliun-Rp30 triliun dalam APBN 2023 untuk megaproyek ibu kota baru.
Anggaran itu dialokasikan untuk membangun infrastruktur dasar, seperti akses jalan, membangun gedung pemerintahan, termasuk sarana prasarana pendidikan, kesehatan, ketahanan, dan keamanan.
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Made Arya Wijaya merinci anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun kawasan inti pusat pemerintahan di ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Hal itu termasuk istana presiden dan kantor kementerian/lembaga (k/l).
(dzu/aud)