Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut negara-negara di Asia berpotensi menghadapi stagflasi imbas perang Rusia-Ukraina tahun ini.
Suatu negara disebut stagflasi jika inflasi melonjak, tetapi pertumbuhan ekonomi melambat atau stagnan, dan tingkat pengangguran tinggi.
Mengutip Reuters, Selasa (26/4), Direktur IMF Asia dan Pasifik Anne Marie Gulde Wolf menjelaskan perang Rusia-Ukraina membuat harga komoditas melonjak. Hal itu akan berpengaruh terhadap inflasi di sejumlah negara, termasuk di kawasan Asia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih, lonjakan inflasi terjadi di tengah perlambatan ekonomi China. Hal ini akan menambah tekanan dan ketidakpastian di kawasan Asia.
"Oleh karena itu, kawasan Asia berpotensi stagflasi dengan pertumbuhan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dan inflasi lebih tinggi," ucap Gulde Wolf.
Menurut dia, mayoritas negara di Asia akan menghadapi tantangan besar untuk menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan lonjakan inflasi.
"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," ujar Gulde Wolf.
Lihat Juga : |
Selain itu, rencana kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed juga memberikan tantangan untuk negara Asia. Pasalnya, negara Asia memiliki banyak utang berdenominasi dolar AS.
Dengan situasi ini, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia 0,5 persen menjadi 4,9 persen pada 2022.
Kemudian, IMF menaikkan proyeksi inflasi sebesar 1 persen menjadi 3,4 persen tahun ini.
"Ada ketidakpastian yang besar," tutup Gulde Wolf.
(aud/bir)