Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) meningkatkan prospek Indonesia dari negatif menjadi stabil. Peringkat RI tetap BBB (Investment Grade) pada Rabu (27/4).
Dalam laporannya, S&P menyatakan revisi ke atas prospek Indonesia didasarkan pada perbaikan posisi eksternal ekonomi, konsolidasi kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah secara gradual, dan keyakinan S&P terhadap pemulihan ekonomi RI yang terus berlanjut sampai 2 tahun ke depan.
Sementara, peringkat Indonesia yang dipertahankan pada level BBB didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan afirmasi rating Indonesia disertai dengan revisi outlook menjadi stabil menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global, pihak internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.
"Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan pemerintah," ujarnya melalui keterangan resmi, Kamis (28/4).
Perry menyebut BI ke depan akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, serta melaksanakan langkah-langkah untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
BI juga akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan meningkat menjadi 5,1 persen setelah tumbuh 3,7 persen pada 2021. Namun, RI juga perlu mewaspadai risiko yang berasal dari krisis Rusia-Ukraina.
Lembaga itu memandang meski peningkatan harga komoditas diperkirakan dapat mendorong pendapatan perusahaan dan penerimaan fiskal, namun terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan global. Selain itu, kenaikan inflasi berpotensi menekan kinerja konsumsi domestik.
Dari sisi eksternal, S&P memandang kinerja eksternal Indonesia ditopang oleh perbaikan terms of trade sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia yang meningkat.
Seperti batu bara, tembaga, gas alam, dan nikel, serta permintaan global yang menguat, telah mendorong kenaikan penerimaan transaksi berjalan.
Tidak hanya itu, kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan nilai tambah untuk produk pertambangan juga dapat meningkatkan penerimaan ekspor. Kondisi ini juga membuat cadangan devisa Indonesia diperkirakan berada di kisaran US$140 miliar, didukung oleh neraca pembayaran yang dinamis.
Sementara itu, dari sisi fiskal S&P menilai Indonesia telah menunjukkan kemajuan untuk kembali ke level defisit fiskal yang moderat. Pada 2021, pemerintah telah berhasil menurunkan defisit fiskal menjadi 4,7 persen dari PDB, jauh lebih baik dari defisit fiskal sebesar 6,1 persen dari PDB 2020.
Oleh karena itu, S&P memproyeksikan defisit fiskal akan terus menurun menjadi 4 persen dari PDB pada 2022. Hal itu didukung oleh kenaikan penerimaan sejalan dengan harga komoditas yang meningkat dan kegiatan ekonomi domestik yang kembali normal.