Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus menilai tidak ada masalah melibatkan Luhut dalam urusan minyak goreng.
Hanya saja, bagi negara lain, manajemen negara Indonesia terlihat tidak beraturan. "Ya urusan A tapi yang ngurus B. Meskipun sebetulnya ya sah-sah saja," kata Heri.
Dengan banyaknya tangan yang terlibat, seharusnya masalah bisa cepat diselesaikan. Tak hanya itu, perlu juga ketegasan dari pemerintah kepada swasta agar masalah pasokan dan harga bisa dituntaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, masalah minyak goreng ini kan perlu ada ketegasan dari pemerintah untuk memastikan bahwa kewajiban DMO berjalan sebagaimana mestinya," jelasnya.
Soal harga minyak goreng yang masih tinggi, ia berpendapat pemerintah bisa memberikan subsidi atau insentif kepada pabrik minyak goreng untuk memproduksi sesuai kapasitasnya. Sehingga, harga minyak goreng sesuai dengan target HET yang ditetapkan oleh pemerintah.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menambahkan agar harga minyak goreng bisa segera mencapai target HET yang ditetapkan ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah.
Pertama, memberikan kewenangan pada Bulog untuk mengambil alih setidaknya 40 persen dari total distribusi minyak goreng. Menurut Bhima, selama ini mekanisme pasar gagal mengatur margin yang dinikmati para distributor minyak goreng.
"Bulog nantinya membeli dari produsen minyak goreng dengan harga wajar dan melakukan operasi pasar atau menjual sampai ke pasar tradisional," tutur dia.
Kedua, pemerintah menghapus kebijakan subsidi ke minyak goreng curah dan mengganti dengan minyak goreng kemasan sederhana.
Ketiga, menurunkan target program biodiesel jika masalahnya dari sisi pasokan bahan baku dan fokus dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng.