Reka menegaskan bahwa langkah penyesuaian organisasi SDM yang diambil LinkAja mempertimbangkan dengan matang kepentingan seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan.
Layanan belanja daring JD.ID pun mengambil langkah PHK pada karyawan. Hal itu dilakukan sebagai salah satu improvisasi agar perusahaan dapat terus beradaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri di Indonesia.
"Perusahaan juga melakukan pengambilan keputusan seperti tindakan restrukturisasi, yang mana di dalamnya terdapat juga pengurangan jumlah karyawan," ujar Director of General Management JD.ID Jenie Simon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenie mengatakan saat ini perusahaan tengah fokus pada pengoptimalan struktur ketenagakerjaan. Upaya improvisasi lainnya yang juga dilakukan melakukan peninjauan, penyesuaian, hingga inovasi atas strategi bisnis dan usaha.
Meski demikian, pengamat menilai banyak startup seperti Zenius dan LinkAja melakukan PHK karena manajemen sedang siap-siap aliran modal dari investor terganggu di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Vice President of Investment MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menjelaskan inflasi di beberapa negara sedang tinggi. Kemudian, Bank Sentral AS (The Fed) berencana terus mengerek suku bunga acuan untuk mengatasi lonjakan inflasi di negara itu.
"Jadi sekarang orang pada wait and see. Modal ada tapi belum bisa di-deploy, sedangkan perusahaan harus tetap tumbuh dan melanjutkan bisnis mereka," ungkap Aldi.
Manajemen startup pun tak bisa hanya duduk diam menanti investor menyuntikkan modal ke perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memutar otak agar bisnis tetap berjalan.
Lihat Juga : |
"Nggak semuanya bisa menunggu porsi modal balik seperti kemarin. Jadi fundraising climate di AS lagi menantang dari sebelumnya," ucap Aldi.
Sementara, beberapa investor startup RI juga berasal dari luar negeri, khususnya AS. Tak ayal, manajemen startup domestik sudah jaga-jaga untuk kondisi terburuk dengan mengurangi unit bisnis.
Namun, secara keseluruhan Aldi melihat aliran modal untuk startup di Indonesia sebenarnya masih aman saat ini. Pasalnya, manajemen sudah melakukan penyesuaian bisnis dari sekarang.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda curiga fenomena ekonomi bubble burst sedang melanda industri startup di Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan perusahaan rintisan tak sebanding dengan angka perusahaan pendanaan.
Bubble burst bisa diartikan sebagai pertumbuhan yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat.
"Kalau saya sih lebih memandangnya malah bisa ke bubble burst," ujar dia.
Tak hanya itu, Nailul menilai perusahaan pendanaan juga lebih selektif untuk menanamkan modal di suatu startup sekarang. Dengan demikian, peluang startup mendapatkan investor juga tak semudah sebelumnya.
"Jadi venture capital sudah selektif karena mau genjot keuntungan. Lihat saja contoh SoftBank kan sudah rugi banyak dari investasi di beberapa startup," tutur Nailul.